Selasa, 03 Mei 2011

Reinvention In Economics: Penemuan yang Berulang dan Tak Kunjung Putus


Dalam dunia riset ekonomi, kita melihat bagaimana ilmu ekonomi terus mengalami reinvention. Tantangan besar ekonomi sebagai ilmu adalah bagaimana ia bisa menjelaskan realitas.
Selain menjelaskan, ia juga dituntut untuk bisa memberikan solusi atas masalah yang dihadapi manusia. Realitas tentu dinamis, masalah yang dihadapi terus berubah. Di sinilah para ekonom terus dituntut memikirkan dan menemukan kembali disiplin yang mereka geluti.
Ekonom dan ilmu ekonomi identik dengan kepercayaan terhadap mekanisme pasar. Ilmu ekonomi lahir dari buku Adam Smith yang mengajarkan bahwa dunia akan teratur dengan sendirinya, bahkan lebih baik, tanpa campur tangan pemerintah. Pemerintah diperlukan hanya sebagai penjaga, dan hanya turun tangan ketika diperlukan. Misalnya, dalam menyediakan barang publik seperti pertahanan atau pemadam kebakaran. Selebihnya, serahkan pada mekanisme pasar yang akan mengatur ekonomi lewat invisible hand.
Mekanisme Pasar, Sang Invisible Hand
Mekanisme pasar tak lain adalah sebuah mekanisme alokasi dan koordinasi. Alokasi atas sumber daya yang terbatas. Koordinasi untuk interaksi yang terjadi antara sekian banyak individu dengan kepentingan berbeda dan semua ingin memaksimalkan ‘keuntungan’ pribadi dari interaksi yang terjadi.
Alokasi dan koordinasi bisa dijalankan tanpa mekanisme pasar. Sistem perencanaan terpusat yang dijalankan oleh peradaban-peradaban besar di masa lalu, atau Uni Soviet di era modern, adalah contohnya.
Lalu, mengapa pasar?
Karena ia menawarkan dua hal: efisiensi sekaligus kebebasan. Sistem perencanaan terpusat memerlukan sumber daya yang besar untuk bisa bertahan. Di saat yang sama sistem ini membatasi kebebasan individu untuk melakukan transaksi yang sukarela. Ini yang menjelaskan mengapa peradaban yang begitu besar di masa lalu tidak bisa bertahan, dan proyek Uni Soviet hanya bertahan kurang dari satu abad.
Bukan berarti mekanisme pasar tidak bermasalah. Pasar tidak selalu eksis. Meskipun eksis, pasar tidak selalu bekerja sempurna. Jika transaksi terjadi dalam pasar yang tidak sempurna, misalnya karena informasi yang tidak lengkap. keputusan yang diambil individu bukanlah yang optimal. Contohnya, kita sering membayar terlalu mahal untuk mobil bekas, atau banyak orang terjebak promosi produk finansial yang tidak jelas.

Ketika Pasar Bermasalah

Kalaupun bekerja dengan baik, pasar juga bisa bermasalah. Soal keadilan adalah isu klasik. Mekanisme pasar menyaratkan persaingan. Persaingan bisa berujung pada ketimpangan. Persoalan lain adalah benarkah semua pelaku ekonomi bertindak secara rasional? Seringkali faktor kognitif, emosi dan aspek-aspek psikologis lainnya mempengaruhi keputusan. Ini yang sekarang kita lihat di pasar finansial dan properti.

Kalau pasar punya masalah, mengapa ekonom tetap percaya pada pasar?

Jawaban singkat: apa alternatifnya? Jawaban yang tidak singkat: kepercayaan pada mekanisme pasar sesungguhnya terus diperdebatkan dan dikaji ulang. Dengan kata lain, ilmu ekonomi terus mengalami reinvention terkait kapan kita bisa menyerahkan ekonomi pada mekanisme pasar dan kapan pada pemerintah.
Pengaruh Pemerintah pada Ekonomi
Satu setengah abad sejak buku Adam Smith terbit, dunia mengalami depresi besar. Ternyata ekonomi tidak selamanya bisa diserahkan pada mekanisme pasar. Pemerintah juga diperlukan untuk mendorong ekonomi yang macet, dan mengerem ekonomi yang mulai kepanasan karena inflasi. Datanglah Keynes, menganjurkan pemerintah membelanjakan uang untuk menciptakan efek stimulus untuk ekonomi. Stimulus diperlukan karena dalam keadaan resesi, swasta tidak punya insentif untuk mengambil risiko investasi.
Adanya stimulus membuat masyarakat punya penghasilan, membuat mereka berkonsumsi. Konsumsi menciptakan permintaan, mendorong industri untuk berproduksi. Selanjutnya, roda ekonomi akan kembali berputar.
Hingga akhir ‘60an pemikiran Keynesian mewarnai kebijakan ekonomi banyak negara. Hingga kemudian muncul masalah lain. Banyak pemerintah membiayai belanjanya bukan dari pajak atau tabungan melainkan dengan mencetak uang. Secara teknis hal ini mungkin. Otoritas mencetak uang memang ada di tangan pemerintah. Tapi efeknya adalah inflasi yang tinggi, tidak disertai dengan peningkatan produksi secara agregat. Ini dikenal dengan istilah stagflasi, stagnasi dan  inflasi sekaligus.
Dari sini timbul pemikiran baru di tahun ‘70an. Pemerintah harus dikekang dalam mengucurkan uang ke dalam ekonomi. Itu bisa membawa ekonomi ke dalam keseimbangan yang semu. Secara nominal pendapatan masyarakat memang naik. Tapi inflasi membuat pendapatan riil tidak naik. Masyarakat tidak bodoh, mereka bisa melihat hal ini terjadi. Mereka sudah mengantisipasi bahwa kebijakan pemerintah tidak akan meningkatkan pendapatan riil. Jadi pertumbuhan permintaan tidak akan secepat pertumbuhan  uang.

Revolusi Neoklasik

Milton Friedman dan para koleganya dari Chicago School menyerukan, kalau begitu benar – sebaiknya pemerintah jangan ikut campur terlalu banyak dalam ekonomi. Mekanisme pasar tidak bisa dibohongi. Orientasi kebijakan ekonomi pun mengayun kembali menjauh dari peran pemerintah yang berlebihan. Perubahan ini juga dibantu oleh dua momentum. Pertama, krisis minyak yang menyebabkan harga-harga melambung. Kedua, naiknya Reagan dan Thatcher yang menerjemahkan pemikiran Chicago School ke dalam kebijakan politik domestik, dan akhirnya mempengaruhi orientasi kebijakan negara-negara lain di dunia. Banyak literatur menggambarkan perubahan ini dengan istilah ‘revolusi neoklasik.’
Satu hal positif dari revolusi neoklasik adalah relatif tidak ada lagi episode hiperinflasi di dunia. Memang sejumlah negara masih sempat mengalami inflasi tinggi selama 1980-1990-an: Bolivia (1985), Argentina (1989), Peru dan Brasil (1990), serta Serbia (1994). Namun, kondisi di periode ini masih lebih baik dibandingkan dengan berbagai episode hiperinflasi di era 1940-1960-an yang parah dan berkepanjangan. Para pengambil kebijakan di periode ini juga lebih berkomitmen atas kebijakan moneter dan fiskal yang disiplin.
Di saat yang sama timbul kritik terhadap mekanisme pasar. Lalu bagaimana dengan penduduk miskin? Bagaimana dengan sektor sosial seperti pendidikan dan kesehatan? Bagaimana dengan pasar finansial dimana informasi dan kepercayaan jadi hal penting? Apakah itu juga wilayah dimana negara tidak boleh campur tangan?
Sesungguhnya, mayoritas ekonom setuju bahwa pada prakteknya mekanisme pasar tetap membutuhkan pemerintah. Ini tercermin dalam perkembangan teori ekonomi di beberapa dekade terakhir. Di era yang sama dengan revolusi neoklasik, berkembang juga pemikiran yang justru menyimpulkan bahwa kebijakan pemerintah perlu untuk membuat pasar lebih efisien. Misalnya dalam menjamin terbukanya akses informasi untuk semua pelaku ekonomi, atau melakukan reformasi birokrasi serta memberantas korupsi agar roda ekonomi bisa berjalan lebih baik

Ilmu yang Tak Pernah Mati

Singkatnya, ilmu ekonomi bisa bertahan dan berkembang karena para ekonom terus melakukan reinvention terhadap disiplin mereka. Proses reinvention ini tidak selalu membawa ekonom punya posisi yang sama atas suatu isu terkait peran pemerintah dalam ekonomi. Contohnya, ekonom di AS berbeda pendapat mengenai paket stimulus pemerintah, dan di Indonesia tentang  penyelamatan Bank Century. Justru keberagaman inilah yang menjadikan ekonomi sebuah ilmu. Bukan dogma yang final.

1 komentar:

  1. Ferawati Riskin
    1191040054
    Pendidikan ekonomi koperasi

    Mekanisme pasar memang slalu berubah-ubah, bagaikan air Laut yang ada Pasang surutnya, Namun itu adalah proses pendewasaan ekonomi. Tapi ada juga yang menyalah gunakannya.
    Intinya Ilmu ekonomi pada khususnya mekanisme pasar akan bertahan dan trus berkembang apabila para ekonom tak henti-hentinya mereinvension pada disiplin mereka. Thank's

    BalasHapus