Selasa, 03 Mei 2011

"Economic Hit Man & A Game As Old As Empire"

Judul Buku: Economic Hit Man & A Game As Old As Empire
Author: John Perkins
Babak baru skenario para kapitalis untuk menciptakan the global order hingga menguasai dunia. Di buku pertamanya, The Confession of an Economic Hit Man, John Perkins mengungkap skenario itu. Buku ini menuturkan pengalaman seorang pria yang bisa dibilang turut bertanggungjawab atas kondisi perekonomian bangsa kita sekarang ini dan beberapa negara lainnya di dunia.
Profesinya disebut Economic Hit Man atau terjemahan harfiahnya mungkin Perusak Perekonomian. Ia bekerja untuk MAIN, sebuah perusahaan kontraktor yang bergerak di bidang energi tapi juga merupakan bagian dari apa yang disebut korporatokrasi, sebuah hasil konspirasi tingkat tinggi antara negara, bank, dan korporasi. Tugas utamanya adalah membujuk pemimpin negara-negara dunia ketiga, terutama yang memiliki sumber daya alam, minyak khususnya, yang berlimpah tapi tidak mempunyai kemampuan atau sarana untuk mengeksploitasinya. Bahkan mungkin negara-negara itu tidak tahu kalau mereka itu begitu kaya sumber daya alamnya.
Si Economic Hit Man (EHM) ini akan meyakinkan pemimpin negara tersebut, diantaranya Ekuador, Indonesia, bahkan Arab Saudi, untuk menerima “pinjaman” dari Amerika Serikat dalam rangka membiayai proyek infrastruktur di negaranya. Misalnya, pembangunan listrik, jalan dan lain sebagainya. Tugas EHM selanjutnya, setelah “bantuan” itu disalurkan, meyakinkan bahwa uang tersebut akan tetap berputar kembali masuk ke korporatokrasi Amerika. Caranya? Dengan mewajibkan negara penerima bantuan untuk menyerahkan proyeknya ke perusahaan-perusahaan Amerika. Dengan kata lain, bantuan atau pinjaman yang diberikan itu ya sebenarnya masuk ke kantong orang Amerika juga.
Tragisnya, karena terus menerus berhutang, negara-negara itu pada akhirnya tidak akan pernah mampu membayar hutangnya. Pembayaran pun dilakukan antara lain dengan pemberian hak-hak istimewa untuk perusahaan Amerika, khususnya perusahaan minyak, atau pemberian ijin untuk mendirikan pangkalan militer di negara tersebut. Menurut pengakuan Perkins, George HW Bush, Dick Cheney, adalah sejumlah nama yang turut terlibat dalam masalah ini.
Bagaimana para pemimpin negara itu mau menerima proposal EHM? Ya tentunya dengan menjamin kekayaan untuk segelintir orang di negara tersebut. Jika menolak? Taruhannya banyak? bisa kekuasaan, bisa juga nyawanya. Syah Iran yang digulingkan karena andil CIA di tahun 60-an adalah contohnya, sedangkan Pemimpin Panama Omar Torrijos dan juga presiden Ekuador Jaime Roldos adalah contoh pemimpin yang diduga mempersulit tugas Economic Hitman (EHM) sehingga harus mengalami “kecelakaan pesawat” yang merenggut nyawanya.
Tapi tugas EHM tidak selalu lancar. Contohnya adalah Venezuela dan Irak. DI Venezuela, EHM mencoba mengulangi apa yang mereka lakukan di Iran pada 60-an: mengorganisir massa untuk menggulingkan presiden/pemimpin negara. Mulanya sempat berhasil, tapi presiden Chavez ternyata bisa memulihkan kekuasaannya. Seandainya tidak ada perang Irak, mungkin Venezuela juga bakal diserbu oleh Amerika dengan dalih yang sama yang mereka gunakan untuk menangkap Saddam Hussein, yaitu adanya Senjata Pemusnah Massal yang sampai sekarang nihil dan tak pernah ditemukan, bahkan selanjutnya operasi penangkapan Saddam dialihkan kepada isu penggulingan rezim otoriter. Memang, kalau cara manipulasi sudah gagal, solusi terakhir adalah dengan kekuatan militer. Ulah Saddam Hussein dijadikan dalih untuk menggempur Irak, padahal tujuan utamanya adalah minyak.
Ketika pertama kali terbit, buku ini membuat heboh publik Amerika, buah karya dari negeri Paman Sam itu, ternyata ludes, bak kacang goreng.
Sedangkan di buku kedua yang berjudul A Game As Old As Empire (AGAOAE), terbitan Berrett-Koehler, 2007. 3 tahun setelah buku pertamanya terbit, berisi analisa dan pengalaman dari berbagai sudut pandang penulis dalam buku tersebut. Penulisnya pun beragam; Ada jurnalis investigatif, ada mantan economic hit man (EHM alias perusak ekonomi), ada orang dalam Bank Dunia, dan berbagai pihak yang mengetahui sepak terjang pasukan intelektual yang digaji mahal untuk mengisap sumber daya ekonomi negara-negara miskin. Intinya satu, siapa saja, secara sadar atau tidak sadar, bisa berperan menjadi EHM.
Terdapat note yang saya suka dari bagian pertama buku kedua John Perkins;
Kepentingan siapa yang kita layani? Kepentingan bangsa sendiri atau kepentingan negara-negara kaya dengan semangat penjajahan ekonomi kapitalismenya? Apa peran kita di dalam kepentingan itu?
Steven Hiatt, penyunting AGAOAE, memberi contoh. Karyawan bank di London bekerja setiap hari mengurusi administrasi setoran ke sejumlah rekening di luar negeri. Mereka masuk kategori EHM, bila ternyata rekening yang diproses adalah duit hasil cuci uang bandar narkoba kelas kakap atau perusahaan multinasional yang ingin menghindari pajak atau tim Dana Moneter Internasional, alias IMF, yang tiba di suatu negara di Afrika untuk menyeret negara itu ke dalam jurang kecanduan utang luar negeri.
Tim tersebut menawarkan ‘’solusi” kepada negara-negara target supaya mengambil utang kepada IMF dengan mengalokasikan atau kasarnya memotong dana pendidikan negara yang bersangkutan atau membuka pintu perdagangan bagi produk-produk AS dan Eropa. Tim ini sudah barang tentu merupakan EHM tulen. Konsultan asing maupun lokal yang ikut menulis aturan undang-undang di Irak, juga bisa masuk ke kategori EHM bila kebijakan yang mereka hasilkan justru mengeksploitasi ekonomi negara tersebut untuk kepentingan AS dan Eropa.
”Saat ini, ‘permainan’ yang dilakukan EHM lebih kompleks, ia menularkan wabah korupsi lebih ganas, operasi yang dilakukannya lebih mengakar ke ekonomi dan politik negara korbannya. Banyak sekali tipe EHM dan peran yang mereka mainkan jauh lebih beragam,” kata Perkins dalam kata sambutannya di AGAOAE. Pasukan EHM menggunakan beribu akal untuk menjebak mangsanya. Mereka memanfaatkan aturan hukum yang legal, namun memiliki sejumlah celah, yang tetap sah di mata hukum negara korbannya. Hasilnya triliunan dolar AS pun masuk ke segelintir orang di AS atau di Eropa.
EHM menggunakan wahana Bank Dunia, US Agency for International Development (USAID), atau lembaga donor lainnya. Mereka membuat negara-negara yang menjadi mangsanya melepas kendali penuh atas sumber daya alamnya. Mereka memanipulasi laporan keuangan suatu negara, mengatur pemilu, menyogok, menyiksa, menyodorkan seks kepada pejabat hidung belang, sampai membunuh pejabat yang tidak setuju.
Intrik dan konspirasi yang disajikan oleh dua seri buku EHM memang membuka mata pembacanya lebar-lebar. Perasaan pembacanya menjadi bertanya-tanya. Betulkah apa yang diungkap John Perkins dan koleganya? Atau, itu hanya rekaan belaka. Dalam kutipan wawancara John Perkins dengan Republika via surat elektronik, Perkins mengaku banyak mendapat komentar dari pembacanya, baik itu pro atau kontra. Akan tetapi terbitnya AGAOAE dibarengi dengan reaksi positif dari para pembacanya, terutama pada buku pertama, hal ini pulalah yang membuatnya optimis jika pesannya sampai kepada para pembaca. ”Kalau hanya dengan satu pengakuan EHM saja reaksinya sudah seperti itu, bagaimana dengan pengakuan bermacam-macam EHM atau pihak yang pernah berhubungan dengannya? Pesan yang disampaikan pasti akan lebih kuat ke masyarakat,” tuturnya.
Bersama Steven Piersanti, eksekutif penerbit di Berrett Koehler, Perkins mulai bergerilya yang cukup sulit mencari orang-orang yang mau menuliskan pengalaman mereka. ”Banyak mantan EHM yang tidak mau buka mulut karena mereka mendapat imbalan yang sangat besar dari perusahaan,” ungkap dia.
Akhirnya, ditemukanlah 12 orang yang pernah terlibat, atau paling tidak pernah bersinggungan dengan EHM. Mereka menuliskan bermacam-macam pengalamannya yang bisa dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu jejak uang haram dari negara berkembang ke kantong negara kaya, penguasaan sumber daya alam, dan jebakan utang asing.
Kerakusan negara kaya, yang diungkap dalam AGAOAE, diceritakan sudah bermula sejak berabad-abad yang lalu. Tapi, aktivitas penjajahan ekonomi kapitalisme terhadap ekonomi negara berkembang secara sistematis dan teroganisasi modern baru dilakukan pada awal abad ke-20.
Sejumlah negara berkembang saat itu perlahan-lahan mulai membebaskan diri dari pengaruh negara Eropa dan AS. Tindakan ini kontan menimbulkan ketakutan. Eropa dan AS sangat bergantung pada sumber daya alam di negara jajahannya. Ditambah fobia terhadap komunisme, maka dibuatlah jaring-jaring EHM untuk mengekalkan kepentingan negara-negara kaya.
Bagaimana dengan Indonesia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar