Rabu, 04 Mei 2011

"Negara Bukan Perusahaan"

Paul Krugman menbedahnya dalam "Negara Bukan Perusahaan"

Paul Krugman, peraih hadiah Nobel Ekonomi 2008 mendedah perbedaan pandangan antara pengusaha dan ekonom dalam  mengelola sebuah negara.
Akhir-akhir ini pengusaha seakan berlomba-lomba terjun ke kancah perpolitikan nasional. Alasan yang sering dikemukakan adalah karena mereka pengusaha maka mereka jadi tahu cara mengelola perekonomian dan menyejahterakan rakyat. Benarkah demikian? Apakah dengan label dia seorang pengusaha sukses lalu ia dapat mengatur perekonomian dengan baik?
Krugman mengutarakan di awal bukunya, para mahasiswa yang ingin terjun dalam dunia bisnis biasanya memilih jurusan ekonomi, tapi hanya sedikit yang meyakini bahwa ilmu ekonomi yang mereka simak dalam ruang-ruang kuliah itu pada akhirnya akan terpakai. Mereka memahami suatu kebenaran mendasar: apa yang mereka pelajari dalam ilmu ekonomi tidak akan banyak membantu mereka dalam menjalankan bisnis. Dengan demikian, Krugman pun menyatakan: pelajaran yang didapatkan dari mengelola bisnis tidak akan berfaedah untuk merumuskan kebijakan ekonomi. Karena seorang pengusaha itu hanya memimpin satu atau beberapa bagian bidang saja dalam perusahaan. Sedangkan para ekonom itu memimpin begitu banyak bidang  dan bagian-bagian lain yang akan saling berpengaruh satu sama lain. Pengusaha  hanya memimpin perusahaan-perusahaan tertentu saja, namun perumus kebijakan ekonomi itu memimpin begitu banyak hal yang terkait ekonomi sebuah negara, ekspor-impor, inflasi, pengangguran, lapangan kerja, suku bunga, dll . Inilah yang menyebabkan perbedaan pemikiran antara seorang pengusaha dengan ekonom.
Ekspor-Lapangan Kerja
Hampir seluruh perusahaan dan pengusaha sependapat bahwa peningkatan jumlah barang espor akan memperluas lapangan pekerjaan. Jadi, jika permintaan akan barang-barang ekspor naik, maka akan dibutuhkan banyak tenaga kerja untuk memenuhi target permintaan barang  ekspor tersebut. Artinya, lapangan kerja akan tercipta sebagai akibat dari peningkatan barang ekspor. Itu memang tak salah, namun tak sepenuhnya pula benar. Itu pikiran dan sudut pandang pengusaha. Ekspor yang besar itu akan berdampak pada tingginya uang beredar di dalam negara. Dengan tingginya uang yang beredar, maka kenaikan nilai mata uang (inflasi) tidak dapat terelakkan. Di sinilah inflasi menyebabkan harga-harga barang secara umum mengalami kenaikan. Kenaikan harga barang, menyebabkan banyak perusahaan memangkas para pekerjanya. Jadi, untuk sebuah perusahaan, meningkatnya jumlah ekspor itu tentu akan memperluas lapangan pekerjaan. Namun, bagi sebuah negara, meningkatnya jumlah ekspor akan menyebabkan inflasi yang pada akhirnya  berakibat pada pemutusan tenaga kerja di bidang lainnya. Hal ini karena presentase angka pengangguran diperlukan oleh Bank Sentral untuk menjaga inflasi agar tetap terkendali, dan ini tidak terlintas bagi para pengusaha.
Investasi-Neraca Perdagangan
Untuk melakukan ekspansi perusahaan, para pengusaha berlomba-lomba mencari investor agar berinvestasi di perusahaannya. Dengan adanya perluasan perusahaan atas investasi yang ditanamkan oleh pihak asing, para pengusaha yakin kalau negara itu akan mengalami surplus perdagangan, yaitu ekspor negara lebih besar daripada impor. Mereka yakin, penanaman modal tersebut membuat perusahaan mereka lebih banyak mengekspor barang yang pada akhirnya memberikan surplus perdagangan kepada negara. Namun, layaknya pemikiran ekspor-lapangan pekerjaan, pemikiran pengusaha itu salah besar jika ditujukan kepada negara. Adanya investasi asing yang masuk ke dalam suatu negara, menuntut dibelanjakannya  uang tersebut untuk peralatan impor di suatu perusahaan/pabrik. Dan lagi, uang beredar akibat adanya investasi yang besar membuat suatu negara mengalami inflasi. Kenaikan nilai mata uang ini mengakibatkan barang-barang dalam negeri menjadi naik. Akibat dari barang dalam negeri lebih mahal dibanding barang  impor, menyebabkan masyarakat lebih memilih untuk mengonsumsi barang impor. Melonjaknya konsumsi barang impor akan mengakibatkan defisit neraca perdagangan –impor lebih besar daripada ekspor.
Pemikiran pengusaha, jelas sangat bertolak belakang dengan fakta ilmu ekonomi. Pengusaha lebih menjalankan insting cepat daripada prinsip-prinsip ekonomi.  Masalah ekonomi bagi sebuah negara adalah persoalan yang teknis dan sulit, bukan sekedar bermain insting belaka. Dibuatnya suatu kebijakan A, akan berdampak pada sektor B, C, D, E,.. dan mungkin sampai Z. Krugman menyarankan bagi para pengusaha yang ingin terjun dalam kancah perpolitikan nasional suatu negara, sebaiknya sekolah lagi dan simak secara seksama mata kuliah ilmu ekonomi. Itu jika mereka ingin mendapatkan tempat. Karena negara bukan perusahaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar