Judul buku : Globalization and It’s Discontents
Penulis : Joseph Stiglitz
Penerbit : Penguin Books, England
Edisi : I, 2002
Tebal buku : xxii + 288 hlm.
Jika pertanyaan “Siapa perusak ekonomi global” ditujukan kepada Joseph Stiglitz, pemenang Hadiah Nobel bidang Ekonomi (2001) dan mantan Ketua Tim Ekonom Bank Dunia, yang juga pernah menjadi Ketua Dewan Penasihat Ekonomi Presiden Bill Clinton; bisa dipastikan dia akan menjawab lantang, “Amerika dan lembaga keuangan internasional!”.
Penulis : Joseph Stiglitz
Penerbit : Penguin Books, England
Edisi : I, 2002
Tebal buku : xxii + 288 hlm.
Jika pertanyaan “Siapa perusak ekonomi global” ditujukan kepada Joseph Stiglitz, pemenang Hadiah Nobel bidang Ekonomi (2001) dan mantan Ketua Tim Ekonom Bank Dunia, yang juga pernah menjadi Ketua Dewan Penasihat Ekonomi Presiden Bill Clinton; bisa dipastikan dia akan menjawab lantang, “Amerika dan lembaga keuangan internasional!”.
Itulah yang ingin ditegaskan Joe Stiglitz dalam buku bestseller-nya, Globalization and It’s Discontents. Buku dengan analisis tajam dan dalam ini menjelaskan begitu banyak kelemahan dari kebijakan ekonomi global, yang pada akhirnya terbukti secara nyata melalui krisis ekonomi global yang sedang melanda dunia sekarang ini.
Berdasarkan pengalamannya selama berada di Gedung Putih dan di Bank Dunia, Joe Stiglitz secara peka menggambarkan begitu banyak upaya yang dilakukan lembaga keuangan global dalam proses globalisasi itu telah menjatuhkan beberapa negara yang sedang mengalami krisis finansial yang seharusnya mereka—lembaga finansial dunia seperti IMF dan Bank Dunia—bantu. Inilah mengapa banyak analis keuangan global membuktikan “salah urus” yang dilakukan lembaga keuangan internasional dalam proses globalisasi.
Karier akademik Joe Stiglitz yang cemerlang terutama selama berada di lingkungan dalam Washington DC, setidaknya telah membentuk dirinya untuk bertindak secara profesional. Sebelum akhirnya ‘terjerumus’ dalam Gedung Putih, dia intens dalam penelitian dan menulis tentang abstraksi ekonomi matematika—membantu mengembangkan cabang ilmu ekonomi yang sekarang disebut Ilmu Ekonomi Informasi—serta berbagai topik ekonomi terapan lainnya seperti ekonomi publik, ekonomi pembangunan, dan kebijakan moneter.
Lebih dari 25 tahun lamanya, Joe Stiglitz telah menulis berbagai topik kebijakan ekonomi seperti kepailitan, corporate governance, dan keterbukaan terhadap akses informasi (para ekonom menyebutnya sebagai transparansi). Beberapa topik kajian ekonomi ini, termasuk transisi dari sistem ekonomi komunis ke sistem ekonomi pasar, merupakan isu yang sangat penting pada saat mulainya krisis keuangan global yang terjadi pada 1997 lalu.
Krisis ekonomi global yang dipicu oleh krisis keuangan (2008) yang melanda perekonomian Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden George W. Bush, yang kemudian berimbas kepada perekonomian global ini tidak lepas dari apa yang pernah diperingatkan secara keras dan lantang oleh Joe Stiglitz semenjak dua dasawarsa silam.
Lewat karya fenomenalnya, Globalization and It’s Discontents, Joe Stiglitz menuduh Amerika sebagai “penjahat utama” terjadinya krisis ekonomi global. Dia pun menuduh negara Barat bersikap “munafik” karena telah memaksa negara miskin di dunia untuk menghapuskan hambatan perdagangan, tetapi mereka—negara Barat—tetap memertahankan hambatan perdagangan mereka sendiri, mencegah negara berkembang mengekspor hasil pertanian mereka dan akibatnya mengurangi pendapatan ekspor yang sangat mereka butuhkan.
“The critics of globalization accuse Western countries of hypocrisy, and the critics are right. The Western countries have pushed poor countries to eliminate trade berriers, but kept up their own barriers, preventing developing countries from exporting their agricultural products and so depriving them of desperately needed export income. It not only hurt the developing countries; it also cost Americans, both as consumers, in the higher prices they paid, and as taxpayers, to finance the huge subsidies, billions of dollars.” (hlm. 6-7)
Inilah di antara kecaman dan ketidaksetujuan Joe Stiglitz pada kebijakan globalisasi perdagangan yang menurutnya tidak adil itu. Baginya, Amerika bersama beberapa negara Barat telah berlaku munafik dan mengabaikan kemiskinan—akibat globalisasi—yang dialami negara berkembang yang sungguh ironi itu. Padahal, kebijakan globalisasi ekonomi ini sejatinya dimaksudkan untuk menyejahterakan umat manusia di seluruh dunia dan mengurangi kemiskinan global. Alih-alih menghasilkan apa yang direncanakan semula, kebijakan ini justru semakin mempermiskin orang-orang yang hidup di negara Dunia Ketiga.
Karena itu, apa pun pendapat kita tentang keterlibatan Joe Stiglitz dalam lembaga donor internasional (seperti Bank Dunia), yang dituduhnya juga sebagai “biang kerok” proses pemiskinan global, pembaca akan terpikat oleh pandangannya yang begitu tajam dan terpercaya, yang mengusung agenda reformasi untuk menata kembali globalisasi itu.
Buku Globalization and It’s Discontents ini direkomendasikan sebagai bacaan wajib bagi mereka yang peduli terhadap masa depan, yang percaya bahwa dunia yang bermoral dapat diciptakan, dan yang ingin mengalihkan pembenturan antara kaum miskin dan kaya. Buku ini bagaikan cerita perang dari dalam dinding Gedung Putih dan Bank Dunia, pengakuan dari seorang ekonom yang berpengaruh, yang memiliki kesadaran politik dan nalar yang sehat.
Sejatinya, globalisasi sekarang ini tidak berpihak kepada kaum miskin di dunia. Ia (globalisasi) tidak bekerja untuk sebagian besar lingkungan yang ada. Ia tidak menciptakan stabilitas ekonomi global. Transisi dari komunisme menuju ekonomi pasar dikelola sebegitu parahnya sehingga, kecuali di China, Vietnam, dan sejumlah negara Eropa Timur, kemiskinan meningkat tajam ketika pendapatan terpuruk. Joe Stiglitz menulis, “Globalization today is not working for many of the world’s poor. It is not working for much of the environment. It is not working for the stability of the global economy. The transition from communism to a market economy has been so badly managed that, with the exception of China, Vietnam, and a few Eastern European countries, poverty has soared as incomes have plummeted.” (214)
Joe Stiglitz mempertimbangkan kebijakan ekonomi IMF. Menurutnya, sebagian berdasarkan anggapan yang usang bahwa pasar, dengan sendirinya, mengarah pada hasil yang efisien, tidak memberikan ukuran kebolehan intervensi pemerintah yang diperlukan di dalam pasar sehingga dapat mengarahkan pertumbuhan ekonomi dan membuat setiap orang lebih sejahtera. Dia memaparkan perselisihan pendapat itu ke dalam beberapa gagasan dan konsepsi mengenai peran pemerintah yang berasal dari berbagai gagasan tersebut.
Walaupun gagasan-gagasan itu memiliki peran penting dalam menentukan kebijakan—dalam pembangunan, menyelesaikan krisis, dan dalam masa transisi—berbagai gagasan tersebut merupakan hal utama dalam persepsi yang dirumuskan Joe Stiglitz mengenai bagaimana mereformasi lembaga keuangan internasional yang seharusnya dapat mendorong pembangunan ekonomi, menyelesaikan krisis, dan memfasilitasi transisi ekonomi dunia.
Melalui buku Globalization and It’s Discontents ini, Joe Stiglitz memaparkan kegagalan pasar dan pemerintah, serta tidak begitu naifnya menganggap bahwa pemerintah dapat memperbaiki setiap kegagalan pasar tersebut. Stiglitz menyangsikan pandangan bahwa pasar dengan sendirinya dapat memecahkan setiap permasalahan (ekonomi) yang dialami publik.
Ketidakmerataan, pengangguran, dan polusi adalah persoalan yang membutuhkan keterlibatan peran penting pemerintah. Joe Stiglitz meneliti inisiatif reformasi untuk “pembaruan pemerintahan” (reinventing government)—menjadikan pemerintah bekerja lebih efisien dan lebih tanggap dalam menghadapi setiap krisis yang dihadapi.
Menurut Joe Stiglitz, reaksi negatif terhadap globalisasi berasal tidak hanya dari kerusakan nyata yang dilakukan pada negara berkembang (developing countries) karena kebijakan yang diarahkan oleh ideologi, tetapi juga dari ketidakadilan sistem perdagangan global. Hingga kini, beberapa negara—selain mereka yang memiliki kepentingan tertentu untuk mendapatkan keuntungan dengan membatasi barang yang diproduksi oleh negara miskin—masih tetap memertahankan kemunafikan, berpura-pura membantu negara berkembang dengan memaksa mereka untuk membuka pasarnya terhadap barang dari negara industri maju, sementara pasar mereka sendiri tertutup rapat.Ini merupakan kebijakan yang membuat orang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terpuruk ke dalam jurang kemiskinan—serta membangkitkan kemarahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar