A. Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai bagaimana orang membuat pilihan yang tepat atau optimal untuk memanfaatkan sumber-sumber daya/produksi seperti tanah, tenaga kerja, barang-barang modal seperti mesin, energi, pengetahuan teknis maupun non-teknis, dan lain-lain, yang langkah atau jumlahnya terbatas untuk menghasilkan berbagai macam output (barang dan jasa) dan mendistribusikan ke semua anggota masyarakat untuk digunakan/dikomsumsikan. Samuelson (1973) atau Samuelson dan Nordhaus (1992) mengatakan bahwa ilmu ekonomi adalah studi mengenai cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam menggunakan sumber daya yang ada yang jumlahnya terbatas untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang bermanfaat serta mendistribusikannya ke semua anggota masyarakat.
Formulasi yang lebih sederhana melihat ilmu ekonomi sebagai studi mengenai perilaku manusia baik sebagai konsumen maupun produsen, secara individu maupun kelompok, untuk mendapatkan kepuasan atau kesejahteraan semaksimal mungkin dengan menggunakan sumber daya yang ada dan terbatas. Dilihat dalam ukuran moneter, kepuasan atau kesejahteraan bisa dalam bentuk pendapatan yang tinggi, keuntungan yang besar, atau pengeluaran yang sedikit.
Berdasarkan definisi di atas, ada tiga hal yang menjadi pokok pemikiran di dalam ilmu ekonomi (Rosyidi, 1996). Pertama, pemilihan cara penggunaan sumber-sumber produksi yang langkah dan dapat mempunyai penggunaan-penggunaan alternatif. Artinya, setiap barang atau sumber daya mempunyai lebih dari satu penggunaannya. Dalam hal ini, ilmu ekonomi adalah studi mengenai pemilihan cara penggunaan yang paling menguntungkan. Misalnya, dalam suatu proses produksi dibutuhkan dua faktor produksi yakni modal dan tenaga kerja. Pertanyaannya sekarang adalah kombinasi yang mana dalam pemakaian kedua faktor produksi tersebut yang menghasilkan output paling maksimal dengan biaya produksi paling rendah (atau tingkat efisiensi dari pemakaian kedua faktor tersebut paling tinggi). Kedua, sumber-sumber produksi yang ada merupakan barang-barang yang langka, sehingga terdapat konsekuensi biaya dalam pemakaiannya. Hal ini pun kembali ke masalah pemilihan, yakni sumber daya atau kombinasi dari sejumlah sumber daya yang mana paling murah biaya pemakaiannya dengan tingkat output yang diinginkan. Ketiga, produksi serta pembagian hasilnya kepada anggota-anggota masyarakat untuk konsumsi. Jadi, dalam hal ini harus ada keseimbangan antara pembuatan dan pemakaian atau produksi dan konsumsi.
Uraian di atas menunjukan bahwa ilmu ekonomi adalah studi yang terkait dengan upaya mencari solusi terbaik terhadap tiga permasalahan yang mendasar, yakni:
1. Komoditas apa yang harus dibuat?
2. Bagaimana membuatnya?
3. Untuk siapa komoditas itu dibuat?
Dilihat dari sejarah lahirnya ilmu ekonomi, terdapat berbagai pemahaman (mazhab) yang kemunculannya yang tidak lepas dari kondisi kehidupan sosial, ekonomi, dan politik pada saat itu. Dari sekian banyak mazhab yang (pernah) ada, saat ini ada tiga pemahaman yang masih sangat relevan, adalah:
1. Mazhab Liberal
Mazhab Liberal berasal dari Adam Smith dengan bukunya yang sangat terkenal, The Wealth of Nations. Mazhab ekonomi liberal ini menentang segala macam bentuk campur tangan pemerintah dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Paham ini disebut juga paham ekonomi klasik dan sejalan dengan paham ekonomi kapitalisme yang dicirikan dengan antara lain: (a) harga ditentukan oleh pasar; (b) persaingan bebas; (c) setiap manusia bebas berusaha; dan (d) peran pemeritah minimum (jika tidak bisa dikatakan tidak ada atau tidak perlu sama sekali) (Tambunan 2006).
Saat ini, seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, terutama dalam komunikasi dan transportasi, adanya organisasi perdagangan dunia atau WTO dan munculnya banyak wilayah perdagangan bebas (FTA), termasuk di ASEAN (AFTA) dan oleh ASEAN dengan China, Jepang dan Korea Selatan (ASEAN+3), maka perekonomian dan perdagangan global cenderung semakin liberal. Kecenderungan ini disebut juga sebagai pemahaman ekonomi neoklasik.
2. Mazhab Sosialis-Komunis
Sosialis-komunis berasal dari beberapa ahli ekonomi Jerman yang dimotori oleh Karl Marx. Paham ini muncul sebagai respons terhadap dampak negatif dari proses ekonomi berlandaskan pemikiran liberal, yakni ketidakadilan dalam pembagian “kue” ekonomi - pemilik modal semakin kaya sedangkan pekerja/buruh semakin tertindas. Mazhab komunis tidak percaya terhadap mekanisme pasar. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam pemahaman ini sangat besar.
Saat ini negara-negara yang menerapkan sistem ekonomi komunis kemungkinan besar hanya Korea Utara, di mana alokasi sumber daya, harga, upah, konsumsi, dan kesempatan kerja sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah pusat. Sedangkan negara-negara yang menerapkan sistem sosial atau sering disebut sistem campuran sosial dan kapitalis adalah negara-negara di Eropa Barat; lazim disebut the welfare states. Dalam sistem ini mekanisme pasar dalam menentukan harga, upah dan volume produksi tetap berperan, masyarakat bebas berusaha, dan persaingan pasar tetap ada. Namun demikian, peran pemerintah tetap besar, terutama dalam menentukan hal-hal yang sangat mempengaruhi distribusi pendapatan seperti harga dan upah minimum.
3. Mazhab Keynesian
Mazhab Keynesian muncul sebagai reaksi terhadap kegagalan mekanisme pasar sebagai motor pertumbuhan output dan kesempatan kerja. Inti dari paham Keynesian adalah peran pemerintah yang sangat besar sebagai salah satu pendorong pertumbuhan, dan peran ini dilakukan melalui pengeluaran pemerintah (atau dalam kasus Indonesia, melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Saat ini, walaupun semakin banyak negara di dunia yang sistem ekonominya cenderung semakin liberal, khususnya dalam perdagangan, namun demikian masih banyak negara yang tetap menganut sistem ekonomi Keynesian. Sistem ini dianggap sangat penting dalam kondisi ekonomi yang sedang lesu (pertumbuhan rendah atau mengalami resesi) karena motor pertumbuhan dari sektor swasta tidak bekerja (konsumsi atau investasi swasta lesu).
Ilmu ekonomi seperti yang telah dibahas di atas berkaitan dengan alokasi sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk menghasilkan barang dan jasa sebanyak mungkin demi memenuhi kebutuhan individual atau meningkatkan kesejahteraan. Ekonomi pembangunan selain alokasi sumber daya juga bersangkut paut dengan formulasi kebijaksanaan pemerintah untuk mendukung upaya-upaya pembangunan ekonomi yang diarahkan pada perbaikan tingkat hidup masyarakat, yang sejalan dengan dimensi pembangunan ekonomi yakni berorientasi pada pengurangan kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan (Suryana, 2000).
Ekonomi pembangunan adalah cabang ilmu ekonomi yang bertujuan untuk menganalisis masalah-masalah dalam proses pembangunan ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran, hutang luar negeri, dan ketimpangan pendapatan yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang (NSB), dan cara-cara untuk mengatasinya agar NSB tersebut dapat membangun ekonomi mereka lebih baik dan cepat (Sukirno, 1985).
Secara garis besar, pembahasan ilmu ekonomi pembangunan dapat dimasukkan dalam dua golongan. Pertama, pembahasan mengenai pembangunan ekonomi baik bersifat deskriptif maupun analitis yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang berbagai sifat perekonomian masyarakat di NSB dan implikasinya terhadap kemungkinan untuk membangun ekonomi NSB tersebut. Kedua, pembahasan selebihnya bersifat memberikan berbagai pilihan kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang dapat dilakukan dalam upaya-upaya untuk mempercepat proses pembangunan ekonomi di NSB tersebut (Suryana, 2000).
Menurut definsi lama, pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang membuat pendapatan per kapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Pendapatan per kapita paling sering digunakan sebagai indikator utama untuk mengukur peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam sebuah ekonomi/negara. Dalam definisi baru, pembangunan ekonomi adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar secara sosial dalam ekonomi (Hakim, 2004).
B. Konsep Dasar Koperasi
1. Definisi Koperasi
Kata koperasi, memang bukan asli dari khasanah bahasa Indonesia. Banyak yang berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Inggris: co-operation, cooperative, atau bahasa Latin: coopere, atau dalam bahasa Belanda: cooperatie, cooperatieve, yang kurang lebih berarti bekerja bersama-sama, atau kerja sama, atau usaha bersama atau yang bersifat kerja-sama. Kata koperasi tersebut dalam bahasa Indonesia sebelum tahun 1958, dikenal dengan ejaan kooperasi (dengan dua 'o'), tetapi selanjutnya berdasarkan Undang-undang Nomor 79 Tahun 1958 kala kooperasi telah diubah menjadi koperasi (dengan satu o), demikian seterusnya hingga sampai sekarang.
Ada beberapa ilmuwan seperti Margareth Digby, seorang praktisi sekaligus kritikus koperasi berkebangsaan Inggris, dalam buku "The World Cooperative Movement", juga C.R. Fay, dalam buku "Cooperative at Home and Abroad", G. Mladenant, ilmuwan asal Perancis, dalam buku "L 'Histoire des Doctrines Cooperatives", kemudian H.E. Erdman, dalam buku "Passing Of Monopoly As An Aim Of Cooperative", Frank Robotka, dalam buku "A Theory Of Cooperative", Calvert, dalam buku "The Law and Principles of Cooperation", Arifinal Chaniago dalam buku "Perkoperasian Indonesia", dan masih banyak lagi, masing-masing telah memaparkan pemikirannya tentang apa yang dimaksud dengan koperasi dan membuat definisi sendiri-sendiri. Demikian juga, di dalam setiap Undang-undang Koperasi yang pernah berlaku juga senantiasa merumuskan tentang makna koperasi.
Calvert, misalnya, memberi definisi tentang koperasi sebagai organisasi orang-orang yang hasratnya dilakukan sebagai manusia atas dasar kesamaan untuk mencapai tujuan ekonomi masing-masing. Arifinal Chaniago memberi definisi koperasi sebagai suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang memberi kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.
Organisasi Buruh Sedunia (Intemational Labor Organization/ILO), dalam resolusinya Nomor 127 yang dibuat pada tahun 1966, membuat batasan mengenai ciri-ciri utama koperasi yaitu:
a. merupakan perkumpulan orang-orang;
b. yang secara sukarela bergabung bersama;
c. untuk mencapai tujuan ekonomi yang sama;
d. melalui pembentukan organisasi bisnis yang diawasi secara demokratis dan;
e. yang memberikan kontribusi modal yang sama dan menerima bagian resiko dan manfaat yang adil dari perusahaan di mana anggota aktif berpartisipasi.
"Cooperative is an association of persons, usually of limited man, who have voluntary jointed together, to achieve a common economic end through the formation of a demokratically controlled business organization, making equitable contribution to the capital required and accepts a fair share of the risks and benefits of the undertaking"
Selanjutnya dalam pemyataan tentang jatidiri koperasi yang dikeluarkan oleh Aliansi Koperasi Sedunia (Intemational Cooperatives Alliance/ICA), pada kongres ICA di Manchester, Inggris pada bulan September 1995, yang mencakup rumusan-rumusan tentang definisi koperasi, nilai-nilai koperasi dan prinsip-prinsip koperasi, koperasi didefinisikan sebagai "Perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis" (berdasarkan terjemahan yang dibuat oleh Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I).
Berbagai definisi yang ada mengenai koperasi, terdapat hal-hal yang menyatukan pengertian tentang koperasi, antara lain yaitu:
a. Koperasi adalah perkumpulan orang-orang yang mempunyai kebutuhan dan kepentingan ekonomi yang sama, yang ingin dipenuhi secara bersama melaui pembentukan perusahaan bersama yang dikelola dan diawasi secara demokratis;
b. Koperasi adalah perusahaan, di mana orang-orang berkumpul tidak untuk menyatukan modal atau uang, melainkan sebagai akibat adanya kesamaan kebutuhan dan kepentingan ekonomi;
c. Koperasi adalah perusahaan yang harus memberi pelayanan ekonomi kepada anggota;
Sedangkan pengertian mengenai koperasi dalam uraian ini adalah koperasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, yang mendefinisikan koperasi sebagai "Badan Usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan-badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan" .
2. Ide Koperasi
Pengertian yang amat umum, ide adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai. Cita-cita berkoperasi juga tumbuh dan berkembang dari berbagai ide yang melandasinya. Ide berkoperasi, telah berkembang jauh sebelum koperasi itu sendiri berwujud sebagai koperasi. Ide yang berasal dari berbagai pandangan itu kemudian melebur ke dalam prinsip-prinsip, asas-asas, atau sendi-sendi dasar koperasi.
Dunia perkoperasian mencatat nama seorang ilmuwan berkebangsaan Rusia, Ivan Emelianoft (1860-1900), yang melarikan diri ke Amerika, kemudian membuat disertasi doktornya berjudul : “Economic Theory Of Cooperation". Buku ini kemudian menjadi buku teori koperasi yang terkenal. Demikian juga Paul Lambert, seorang aktivis koperasi di Eropa, dalam bukunya yang terkenal: “Studies On The Social Phylosophy Of Cooperation ", telah mengupas tentang ide dasar falsafah koperasi yang berangkat dari nilai-nilai kerja-sama.
Kerja-sama (cooperation), memang bukan hal yang baru. Bahkan secara universal, mungkin sama panjangnya dengan sejarah umat manusia itu sendiri. Sangat mustahil seseorang dapat hidup sendiri. Bergaul, bersosialisasi dan ber homo homini socius adalah naluri setiap manusia. Sebagai anggota masyarakat, seseorang tentu memiliki naluri untuk bekerja-sama dan tolong menolong.
Di berbagai belahan dunia akan dengan mudah dapat ditemukan bentuk-bentuk kerja-sama yang bersifat “gemeinschaft" atau semacam paguyuban. Antara lain misalnya: perkumpulan tolong menolong, perkumpulan yang mengurus acara perkawinan, perkumpulan yang mengurus pembuatan rumah secara bersama-sama, perkumpulan yang mengurus acara kematian, perkumpulan persaudaraan dan sebagainya, yang pada umumnya diikat kuat oleh semangat solid yang tinggi.
3. Nilai dan Prinsip Koperasi
Aliansi Koperasi Sedunia, tahun 1995, mengikuti pernyataan tentang jatidiri koperasi dan nilai-nilai koperasi dirumuskan sebagai berikut:
Koperasi bekerja berdasarkan nilai-nilai
a. Nilai-nilai organisasi
1) Menolong diri sendiri
2) Tanggung jawab sendiri
3) Demokratis
4) Persamaan
5) Keadilan
6) Kesetiakawanan
b. Nilai-nilai etis
1) Kejujuran
2) Tanggung jawab sosial
3) Kepedulian terhadap orang lain.
Beberapa ide yang melandasi lahirnya prinsip-prinsip koperasi antara lain adalah solidaritas, demokrasi, kemerdekaan, alturisme (sikap memperhatikan kepentingan orang lain selain kepentingan diri sendiri), keadilan, keadaan perekonomian negara dan peningkatan kesejahteraan (Suwandi, 1982).
Prinsip-prinsip koperasi (sering juga disebut sebagai asas-asas atau sendi-sendi dasar koperasi), adalah garis-garis penuntun atau pemandu yang digunakan oleh koperasi, untuk melaksanakan nilai-nilai koperasi dalam praktik.
a. Prinsip-prinsip koperasi, pada umumnya diartikan sebagai landasan bekerja bagi koperasi dalam melakukan kegiatan organisasi dan bisnisnya, sekaligus merupakan ciri khas dan jati diri koperasi yang membedakannya dari perusahaan-perusahaan non koperasi.
b. Prinsip-prinsip Koperasi yang pertama kali dikenal dan dirintis oleh Koperasi Rochdale tahun 1844, sebenarnya adalah rumusan yang disepakati oleh seluruh anggota tentang cara-cara bekerja bagi suatu koperasi konsumsi (Danoewikarsa, 1977) yaitu:
1) Menjual barang yang mumi, tidak dipalsukan, dan dengan timbangan yang benar;
2) Menjual dengan tunai;
3) Menjual dengan harga umum (pasar);
4) Pembagian keuntungan seimbang dengan pembelian anggota dari koperasi;
5) Satu suara bagi seorang anggota;
6) Tidak membeda-bedakan aliran dan agamaanggota.
c. Revrisond Baswir, masih menambahkan lagi dengan tiga unsur prinsip koperasi, yaitu:
1) Pembatasan bunga atas modal;
2) Keanggotaan bersifat sukarela; dan
3) Semua anggota menyumbang dalam permodalan. (Revrisond Baswir, 1997).
d. Bentuk asli, prinsip-prinsip koperasi Rochdale tahun 1844, adalah seperti yang dikemukakan oleh Coole, dalam buku "A Century Of Cooperative", yaitu ada delapan hal (E.D.Damanik, 1980), masing-masing adalah:
1) Pengelolaan yang demokratis (democratic control);
2) Keanggotaan yang terbuka dan sukarela (open membership);
3) Pembatasan bunga alas modal (fix or limited interest on capital);
4) Pembagian sisa basil usaha kepada anggota sesuai dengan transaksinya kepada koperasi (distribution of surplus in dividend to members in propotion to their purchase);
5) Transaksi usaha dilakukan secara tunai (trading strictly on a cash basis);
6) Menjual barang-barang yang murni dan tidak dipalsukan (selling only pure and unadultered goods);
7) Menyelenggarakan pendidikan tentang prinsip-prinsip dan koperasi kepada anggota, pengurus, pengawas dan pegawai koperasi (providing for the education of the members, the board and the staff);
8) Netral di bidang politik dan agama (political and religious neutrality).
e. Koperasi kredit model Raiffeisen tahun 1860, juga memiliki prinsip-prinsip atau asas-asas (Danoewikarsa, 1977), yaitu:
1) Keanggotaan terbuka bagi siapa saja;
2) Perlu ikut sertanya orang kecil, terutama petani kecil atas dasar saling mempercayai;
3) Seorang anggota mempunyai hak suara satu;
4) Tidak ada pemberian jasa modal;
5) Tidak ada pembagian keuntungan, sisa hasil usaha masuk ke dalam cadangan.
Sejak semula, penerapan prinsip-prinsip koperasi adalah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing koperasi di suatu negara, sehingga pada saat itu, prinsip koperasi memiliki banyak ragam. Henzler dari Jerman (Hendrojogi, 1997), membagi asas koperasi menjadi dua hal, yaitu asas yang struktural dan asas yang fungsional.
Democratic control, termasuk asas struktural. Sedangkan asas yang berkaitan dengan masalah manajemen, kebijakan harga, pemberian kredit, menentukan metode dan standar dari prosedur-prosedur operasi adalah asas fungsional, yang bisa berbeda pada beberapa jenis koperasi.
ICA (The International Cooperative Alliance) sebagai organisasi puncak perkoperasian sedunia memandang perlu untuk membuat rumusan umum tentang prinsip-prinsip koperasi yang diharapkan dapat diterapkan oleh koperasi-koperasi sedunia. Untuk itu, telah dibentuk komisi khusus guna mengkaji prinsip-prinsip koperasi yang telah dirintis oleh para pionir koperasi Rochdale. Komisi tersebut telah bekerja pada tahun 1930-1934.
Pada Kongres ICA tahun 1934 di London, komisi khusus yang dibentuk tahun 1934 tersebut menyimpulkan bahwa dari 8 asas Rochdale tersebut, 7 (tujuh) buah di antaranya dianggap sebagai asas pokok atau esensial, (E.D. Damanik, 1980), yaitu:
a. Keanggotaan bersifat sukarela;
b. Pengurusan dikelola secara demokratis;
c. Pembagian SHU sesuai partisipasi masing-masing anggota dalam usaha koperasi;
d. Bunga yang terbatas atas modal;
e. Netral dalam lapangan politik dan agama;
f. Tata niaga dijalankan secara tunai;
g. Menyelenggarakan pendidikan bagi anggota, pengurus, pengawas dan karyawan koperasi.
h. Asas ke delapan, yaitu dilarang menjual barang yang tidak murni atau dipalsukan, dihapus (Hendrojogi, 1997).
Ternyata dalam perkembangannya, tidak semua negara sepakat dengan rumusan yang dihasilkan oleh komisi khusus tahun 1934, terutama sekali terhadap tiga butir rumusan yaitu tentang netral di bidang politik dan agama, tata niaga dijalankan secara tunai dan mengadakan pendidikan bagi anggota, pengurus, pengawas dan staf. Banyak negara yang berbeda pandangan mengenai hal tersebut. Maka, pada Kongres ICA di Paris tahun 1937, ditetapkan bahwa dari tujuh prinsip koperasi Rochdale yang diakui pada Kongres ICA di London tahun 1934, empat yang pertama, telah ditetapkan sebagai prinsip-prinsip ICA sendiri, yaitu:
a. Keanggotaan bersifat sukarela;
b. Pengendalian secara demokratis;
c. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) sebanding dengan partisipasi anggota;
d. Pembatasan bunga atas modal.
Kongres ICA di Praha tahun 1948, ICA menetapkan dalam anggaran dasarnya, bahwa koperasi di suatu negara yang dapat menjadi anggota lembaga tersebut harus mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Keanggotaan bersifat sukarela;
b. Pengendalian secara demokratis;
c. Pembagian SHU sebanding dengan partisipasi anggota;
d. Pembatasan bunga atas modal.
Sementara tiga lainnya, yaitu:
a. Tata niaga dilaksanakan secara tunai;
b. Penyelenggaraan pendidikan dan
c. Netral di bidang politik dan agama menjadi hal yang tidak diwajibkan.
Keadaan menjadi berkembang lagi tatkala Kongres ICA tahun 1966, di Wina yang memutuskan enam prinsip koperasi, yaitu:
a. Keanggotaan yang terbuka dan sukarela (voluntary and open membership);
b. Pengelolaan yang demokratis (democratic administration);
c. Pembatasan bunga atas modal (limited interest on capital);
d. Pembagian SHU kepada anggota sesuai partisipasi usahanya cara tunai (distribution of surplus, in proportion to their purchase);
e. Penyelenggaraan pendidikan bagi anggota, pengurus, pengawas dan staf (providing for members, board members and staf education);
f. Kerja sama antar koperasi (cooperation among the cooperatives).
Terakhir, adalah penyempumaan yang dilakukan melalui Kongres ICA tahun 1995 di Manchester, Inggris tahun 1995, yang berhasil merumuskan pernyataan tentang jati diri koperasi (Identity Cooperative ICA Statement/ICIS), yang butir-butirnya adalah sebagai berikut:
a. Keanggotaan sukarela dan terbuka;
b. Pengendalian oleh anggota-anggota secara demokratis;
c. Partisipasi Ekonomi Anggota;
d. Otonomi dan Kebebasan;
e. Pendidikan, Pelatihan dan Informasi;
f. Kerja sama di antara Koperasi-Koperasi;
g. Kepedulian Terhadap Komunitas.
Di samping melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi yang berlaku secara universal, keberadaan koperasi Indonesia adalah juga berdasarkan landasan idiil, yaitu Pancasila dan landasan struktural, yaitu Undang-Undang Dasar 1945.
4. Fungsi dan Peran Koperasi
Fungsi Koperasi antara lain adalah:
a. Memenuhi kebutuhan anggota untuk memajukan kesejahteraannya;
b. Membangun sumber daya anggota dan masyarakat;
c. Mangembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota;
d. Mengembangkan aspirasi ekonomi anggota dan masyarakat di lingkungan kegiatan koperasi;
e. Membuka peluang kepada anggotanya untuk mengaktualisasikan diri dalam bidang ekonomi secara optimal.
Peran koperasi antara lain adalah sebagai:
a. Wadah peningkatan tarat hidup dan ketangguhan berdaya saing para anggota koperasi dan masyarakat di lingkungannya;
b. Bagian integral dari sistem ekonomi nasional;
c. Pelaku stategis dalam sistem ekonomi rakyat;
d. Wadah pencerdasan anggota dan masyarakat di lingkungannya.
5. Beberapa Aliran Koperasi
Beberapa pakar koperasi menengarai adanya beberapa aliran dalam koperasi, seperti;
a. AIiran Socialist school, yang berkeinginan untuk menjadikan koperasi sebagai batu loncatan untuk mencapai sosialisme.
b. AIiran Commonwealth School, yang menginginkan agar koperasi dapat menguasai kehidupan ekonomi, dan ini umumnya terjadi di Inggris dan negara-negara persemakmuran.
c. Aliran Competitive Yardstict School, yang menginginkan agar tumbuhnya koperasi dapat berperan sebagai penghilang dampak negatif yang diakibatkan oleh sistem kapitalisme. AIiran ini banyak dianut di Swedia, dan merupakan bagian dari apa yang disebut sebagai Institutional Economic Balance Theory.
d. Aliran Pendidikan, yang menginginkan hendaknya koperasi berperanan untuk meningkatkan pendidikan demi tecapainya tujuan peningkatan ekonomi.
e. AIiran Nimes, yang menghendaki agar keberhasilan koperasi dapat memperbaiki perekonomian semua golongan.
Dalam menyikapi adanya beberapa aliran koperasi tersebut, Koperasi Indonesia, tampaknya lebih bersikap moderat, yaitu menyaring semua nilai-nilai yang baik dari masing-masing aliran tersebut, kemudian diaplikasikan sesuai dengan situasi dan kondisi spesifik masyarakat Indonesia. Dalam kenyataannya, memang tidak ada aliran yang dianut secara murni oleh sesuatu negara.
6. Karakteristik Koperasi
Ada beberapa hal pokok yang membedakan koperasi dengan badan usaha lain yang non koperasi. Hal tersebut antara lain adalah:
a. Koperasi adalah kumpulan orang, bukan kumpulan modal sebagaimana perusahaan non koperasi.
b. Kalau di dalam suatu badan usaha lain yang non koperasi, suara ditentukan oleh besarnya jumlah saham atau modal yang dimiliki oleh pemegang saham, dalam koperasi setiap anggota memiliki jumlah suara yang sama, yaitu satu orang mempunyai satu suara dan tidak bisa diwakilkan (one man one vote, by proxy).
c. Pada koperasi, anggota adalah pemilik sekaligus pelanggan (owner-user), oleh karena itu kegiatan usaha yang dijalankan oleh koperasi harus sesuai dan berkaitan dengan kepentingan atau kebutuhan ekonomi anggota. Hal yang demikian itu berbeda dengan badan usaha yang non koperasi. Pemegang saham tidak harus menjadi pelanggan. Badan usahanyapun tidak perlu harus memberikan atau melayani kepentingan ekonomi pemegang saham.
d. Tujuan badan usaha non koperasi pada umumnya adalah mengejar laba yang setinggi-tingginya. Sedangkan koperasi adalah memberikan manfaat pelayanan ekonomi yang sebaik-baiknya (benefit) bagi anggota.
e. Anggota koperasi memperoleh bagian dari sisa basil usaha sebanding dengan besarnya transaksi usaha masing-masing anggota kepada koperasinya, sedangkan pada badan usaha non koperasi, pemegang saham memperoleh bagian keuntungan sebanding dengan saham yang dimilikinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar