A. Berawal Dari Eropa
1. Inggris
a. Embrio Koperasi
Inggris, yang oleh beberapa kalangan dianggap sebagai negara cikal-bakal koperasi di dunia, pada masa-masa tahun 1700-an, di akhir era peninggalan “gilda” (Ima Suwandi, 1980), mulai tumbuh organisasi-organisasi yang bersifat tolong-menolong. Apalagi setelah lahir The Friendly societies Act pada tahun 1793. Hingga pada tahun 1800 tercatat tidak kurang 7.200 perkumpulan sosial serupa yang terdaftar dan memiliki anggota sekitar 600.000 orang (Suwandi, 1980). Semangat tolong-menolong secara sosial tersebut dalam perkembangannya ternyata dapat pula menggapai kegiatan ekonomi para anggota perkumpulan. Seperti yang ditunjukkan oleh para pekerja pelabuhan di Woolwich dan Chatam, yang pada pertengahan abad 18 telah mengorganisasi diri membangun pabrik pengolahan tepung terigu untuk dapat menerobos perdagangan yang saat itu sudah mulai sampai pada tingkat monopolistik dari para pabrikan terigu. Mereka mengumpulkan uang (dalam bentuk uang kecil/recehan dari mata uang Poundsterling, Inggris), sedikit demi sedikit agar mampu menggalang kekuatan (Suwandi, 1980).
Danoewikarsa (1977), antara lain juga mengisahkan awal pertumbuhan embrio koperasi di Inggris sebagai berikut:
“Pada akhir abad ke delapan belas oleh beberapa tukang tenun di Fenwick dibeli bersama-sama terigu dalam jumlah yang banyak. Di Mongewel dibuka orang sebuah toko yang menjual barang-barangnya dengan harga pokok. Seorang pendeta di Greenford membuka toko yang hanya menjual barangnya kepada mereka yang pada hari minggu datang melakukan kebaktian di Gereja. Semua ini bertujuan hanya untuk melepaskan diri dari membeli barang-barang keperluan sehari-hari dari toko yang menjual barang dengan harga mahal, padahal mutu barangnya tidak baik. Jadi tujuannya meringankan beban rakyat kecil dan belum menyebut atau membawa nama koperasi. ”
Selanjutnya,
“Tahun 1928 di Lennortown didirikan suatu perkumpulan yang diberi nama “Friendly Society”. Perkumpulan ini hampir mirip kepada koperasi, sebab ada anggaran dasarnya, ada rapat anggota dan ada pengurusnya. Tujuan perkumpulan ini ialah tolong-menolong antara sesama anggota. Perkumpulan ini juga mendirikan toko yang modalnya dihimpun dari anggota-anggotanya. Perkumpulan kerja sama yang lainnya ialah mengerjakan bersama-sama penggilingan terigu untuk dijadikan tepung. Penggilingan kepunyaan bersama-sama ini untuk pertama kalinya didirikan di Hull. Banyak yang tidak puas dengan penggilingan-penggilingan itu karena menentukan ongkos giling yang tinggi, sehingga jumlah penggilingan yang dikerjakan secara bersama itu semakin banyak. Inilah sebagai langkah permulaan untuk menyusun ekonomi sebagai usaha bersama untuk memperbaiki tingkat sosial mereka yang ekonominya lemah”.
Pada saat itu belum ada landasan hukum untuk bertindak dalam kegiatan ekonomi. Perkumpulan mereka masih dianggap sebagai organisasi sosial, tetapi juga sekaligus sebagai kekuatan ekonomi. Perkumpulan koperasi pada saat itu hanya terdaftar sebagai Friendly Societes. Tetapi mereka mampu membuktikan kekuatannya (Suwandi, 1980).
Baru pada tahun 1853, koperasi di Inggris diperlakukan sebagai The Industrial And Provident Societes. Meskipun demikian semangat untuk membangun perkumpulan atas dasar solidaritas dan tolong-menolong ternyata segera meluas ke beberapa wilayah lainnya.
Di Scotlandia, pada tahun 1789, sekelompok penganyam dari Ayshire, telah bergotong royang mengumpulkan uang untuk membeli bahan baku, dan bahan keperluan sehari-hari secara bersama-sama. Mereka juga mengumpulkan modal sedikit demi sedikit sehingga menjadi besar dan dipergunakan pula untuk melakukan kegiatan ekonomi yang bermanfaat. Kelompok Ayshire tersebut dikenal sebagi peletak dasar koperasi di Scotlandia, dan model tersebut terus berkembang hingga tahun 1825, dan mereka lebih dikenal sebagai “Kelompok Penny Capytalist”.
b. Revolusi Industri
Lahirnya koperasi di dunia memang tampaknya tidak terlepas dari pengaruh revolusi industri, refornasi pertanian dan politik ekonomi liberal, yang melanda Eropa pada pertengahan abad 18 sampai permulaan abad 19. Revolusi industri dimulai dengan diciptakannya mesin pintal benang oleh R. Hargreaves pada tahun 1764, yang kemudian disusul dengan berbagai penemuan mesin tenun, yang segera menggantikan para pekerja manusia. Mesin pintal dan tenun itu segera mengalami perkembangan yang lebih cepat setelah ditemukannya sistem penggerak air oleh Arkwright, sehingga memungkinkan beberapa mesin tenun bisa bergerak sekaligus secara bersamaan.
Kemudian disusul dengan penemuan mesin uap oleh James Watt pada tahun 1765, yang dikombinasikan dengan peleburan besi menurut sistem Durby, sehingga memungkinkan untuk membuat berbagai mesin modern dalam proses produksi (Team Universitas Gadjah Mada, 1985).
Mentaux dalam Team Universitas Gadjah Mada (1985) menggambarkan revolusi industri sebagai berikut:
Sistem pabrik modern yang berasal dari Inggris pada akhir pertiga dari abad 18, sejak permulaannya pengaruhnya dirasakan begitu cepat, dan menimbulkan akibat-akibat begitu penting, sehingga tepat jika dipersamakan sebuah revolusi. …Revolusi industri merupakan proses perubahan yang cepat dalam bidang industri yang mempunyai pengaruh dan akibat-akibat yang luas dalam kehidupan dan penghidupan manusia. …penggunaan mesin-mesin modern semakin mendesak keluar penggunaan tenaga manusia dalam proses produksi, …bahkan biaya produksi dapat ditekan lebih rendah dan volume usaha dapat diperbesar.
Di samping itu, menurut Asthon dalam Team Universitas Gadjah Mada (1985), tingkat bunga bank yang rendah sungguh memegang peran yang penting dalam mempercepat laju perkembangan ekonomi pada abad 18. Keadaan yang demikian itu telah menjadi badai bagi industri rumah, sehingga banyak diantara mereka yang gulung tikar. Tak pelak pengangguran menjadi semakin besar, persaingan diantara kaum buruh juga semakin melebar, sehingga membawa akibat upah buruh menjadi semakin merosot tajam.
Revolusi industri yang talah mendorong menguatnya paham kapitalisme, di sisinya yang lain memang dicatat telah menaikkan produktivitas, tumbuhnya produk-produk baru dalam jumlah dan mutu yang lebih baik, investasi dalam masyarakat yang semakin bertambah, perbaikan teknologi yang semakin dikembangkan, naiknya pendapatan, dan semakin basarnya tabungan sehingga akumulasi capital terus bertambah dan sebagainya. Tetapi harus pula dicatat bahwa bergelimangnya keberhasilan tadi justru mekar di atas kesengsaraan dan merananya masyarakat yang tak bermodal dan yang hanya mengandalkan tenaganya saja.
Revolusi industri pada gilirannya telah pula melahirkan keserakahan dan penghisapan manusia oleh manusia yang sering disebut oleh orang Prancis explotitation de l’homme par l’homme. Oleh sebagian besar buruh pada saat itu, situasi yang demikian itu dirasakan sebagai periode yang sungguh menegangkan, apalagi dibarengi dengan berbagai tekanan sosial ekonomi yang berat bagi masyarakat kebanyakan, seperti bangkrutnya industri rumah tangga, banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan, upah buruh yang merosot, jam kerja yang lebih panjang, pekerja anak-anak yang diberi upah yang lebih rendah, kondisi kerja yang tidak baik dan sebagainya.
c. Masa Robert Owen dan William King
Situasi yang demikian itu telah mendorong para pemikir sosial seperti Robert Owen dan William King, bekerja keras mencari alternatif dan sistem yang lebih tepat bagi masyarakat banyak.
1) Robert Owen (1771-1858)
Dia adalah seorang pelopor sosialis di Inggris yang dikenal sebagai seorang philantropis. Ia juga dikenal sebagai seorang industrialis yang kaya raya dan seorang direktur pabrik tenun. Ia terlahir dari keluarga miskin pada tanggal 14 Mei 1771 di Newton.
Pada awalnya ia bekerja sebagai seorang buruh kasar pembuatan cerobong asap. Pada usia 21 tahun ia masuk pada kelompok pertenunan di Scotlandia. Ia tahu persis betapa pahit getirnya perlakuan majikan terhadap buruh. Pada usia 31 tahun, ia berhsil menjadi Direktur. Ia mulai memperhatikan nasib buruh-buruhnya. Menaikkan upah buruh dan memperpendek jam kerja, dari 17 jam menjadi 10 jam. Kepada buruh juga diberikan jaminan sosial pada hari tua serta mendirikan sekolah bagi anak-anak buruhnya.
Sebagai Direktur ia menggunakan seluruh kesempatan yang ada semata- mata untuk mengejar keuntungan perusaahaan. Ia juga berpendapat bahwa yang menentukan watak seseorang adalah juga lingkungannya. Oleh sebab itu, menurut Owen untuk meningkatakan masyarakat yang sejahterah harus dimulai dengan menciptakan lingkungan yang baik, ia kemudian berjuang demi lahirnya Undang-undang tentang pabrik (1819). Dua tahun sebelumnya (1817) ia berjuang diparlemen untuk melahirkan Undang-Undang koperasi dan cara-cara mengatasi kemiskinan yang saat itu sedang melanda Inggris.
Karena berbagai pandangan dan pendapat yang dilontarkan kurang mendapat tanggapan dari pihak-pihak yang kompeten, maka untuk memperjuangkan idealismenya, pada tahun 1830, ia melepaskan jabatannya sebagai direktur. Ia langsung mengabdikan diri pada cita-citanya uintuk memperjuangkan perbaikan nasib masyarakat banyak atas dasar kesamaan derajat.
Ia bercita-cita sekaligus memperaktekkan cita-citanya tersebut melalui pembentukan suatu komunitas baru dan mengembangkan suatu kehidupan sosial ekonomi yang lebih sehat. Dalam komunitas baru tersebut seluruh pekerjaan dikerjakan bersama dan hasilnya menjadi milik bersama. Komunitas tersebut dilengkapi dengan semacam dapur umum, toko, perumahan, sekolah, perpustakaan, dan keperluan hidup lain. Setiap orang menjalankan tugas diberikan bon (atau kalau sekarang mungkin semacam voucher), yang dapat ditukarkan dengan barang yang diperlukan. Owen terjun langsung ditengah-tengah komunitasnya di Lancasshire, New Lannark, New Harmony, Indiana, dan Irlandia.
Namun perjalanan usaha tersebut tampaknya tidak berhasil dengan baik. Sementara analis memperkirakan kekurang berhasilan usaha tersebut antara lain karena usaha tersebut belum sepenuhnya memberikan pelayanan sebagaimana diharapkan oleh para anggota komunitas yang bersangkutan, terutama dalam penyediaan kebutuhan anggota komunitas.
Banyaknya bon-bon (Labour notes) yang dikeluarkan yang tidak seimbang dengan jumlah barang yang disediakan menyebabkan goyahnya upaya-upaya Owen. Kondisi ini diperparah oleh kurangnya pengalaman dari para anggota komunitas dalam hal bertani atau sebagai pengrajin. Mereka juga kekurangan modal. Berbagai kesulitan hidup bersama dalam satu kehidupan komunitas juga merupakan fakta yang tidak menguntungkan bagi berkembangnya komunitas yang dirintis Robert Owen.
Impian Robert Owen untuk mengembangkan usaha berdasarkan kerja-sama yang bertumpu pada solidaritas pada saat itu tampaknya belum dapat sepenuhnya diwujudkan. Namun demikian, kerja sama (koperasi), sebagai bentuk ekonomi baru yang penuh dengan kandungan nilai-nilai filsafat sosial yang tinggi dan bermoral telah lahir.
Pengalaman tersebut kemudian mendorong para penganut Owen, banyak yang beralih mengikuti aliran Chartist yang dianggap lebih realistik. Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kaum Chartist adalah berkat adanya People’s Charter. Lahirnya People’s Charter tahun 1738 telah memberi peluang kepada warga Inggris, untuk memperoleh hak-hak sipil yang lebih longgar. Misalnya, kalau dahulu orang melarat tidak boleh menjadi anggota parlemen, maka berdasarkan charter yang baru, orang yang tidak mampu diperbolehkan menjadi anggota parlemen. Pria diberikan hak pilih secara terbuka. Pemilihan anggota parlemen dilakukan secara demokratis terbuka setiap tahun. Anggota parlemen yang sebelumnya tidak dibayar, maka berdasarkan ketentuan baru, dibayar. Hal-hal tersebut telah memberi peluang yang lebih besar dan semakin memungkinkan bagi kaum Chartist untuk dapat memperjuangkan perbaikan kesejahteraannya melalui forum politik di parlemen. Sementara itu untuk memperjuangkan sisi ekonominya, mereka menggunakan pemikiran-pemikiran William King.
2) William King (1786-1885)
William King, yang lahir di Ipswich tahun 1786, adalah perintis koperasi kedua di Inggris. Sebagai dokter lulusan Cambridge yang kemudian bertugas di Brighton, ia menaruh perhatian yang besar kepada nasib kaum buruh. Sebagai dokter, yang juga mempelajari teologi, filsafat, sejarah, ilmu pasti dan ekonomi. Ia memiliki rasa kemanusiaan yang sangat tinggi rasa. Ia ingin berbuat sesuatu yang dapat membantu memperbaiki nasib kaum buruh. Ia segera saja mengembangkan berbagai pedoman dan menterjemahkan berbagai ide usaha bersama ala Robert Owen tersebut kedalam tindakan-tindakan ynag lebih nyata.
Pada akhir tahun 1830, King mulai mempelopori berdirinya koperasi-koperasi lokal yang relatif kecil-kecil. Beberapa buruh di organisir untuk mendirikan toko koperasi agar dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari secara bersama-sama. Kegiatan tersebut sekaligus untuk menghindarkan kaum buruh dieksploitasi oleh warung dan pedagang swasta yang banyak tumbuh pada saat itu. Dalam waktu 2 (dua) tahun telah berdiri sekitar 130 koperasi atas anjuran dan bantuannya.
Berbeda dengan Owen yang ingin mengadakan perbaikan seluruh masyarakat melalui pembentukan komunitas baru, King membatasi hanya pada kaum buruh. King menyadari akan kekurangan-kekurangan yang ada pada kopersai-koperasi sebelumnya. Ia menerbitkan majalah yang diberi nama “Cooperator”, dan dibagikan secara cuma-cuma kepada seluruh koperasi dan anggotanya agar meningkat kesadaran dan kecakapannya. Koperasi di masa William King telah mendekati koperasi modern, karena telah memasukkan unsur ilmu pengetahuan dan teknologi di dalamnya.
Meskipun telah berupaya sekuat tenaga, namun kurangnya keinsyafan dari kalangan anggota telah menyebabkan kurang berhasilnya perkembangan dengan baik. Meskipun demikian, ada beberapa kalangan yang juga mencatat bahwa berbagai keberhasilan koperasi di saat itu telah menjadikan para pedagang non koperasi menjadi semakin tidak suka dengan koperasi. Pedagang merasa pendapatan pesaing yang benar-benar harus dilawan. Situasi tersebut telah meningkatkan persaingan yang keras dari para pedagang non koperasi terhadap koperasi. Sampai-sampai majikan-majikan pabrikan pun membayar upah buruhnya dalam bentuk kupon yang hanya bisa dibelanjakan di toko-toko non koperasi milik majikan pabrikan.
Koperasi rintisan King memang pada akhirnya tak mampu berkembang secara meluas, namun bagaimanapun kegiatan dan dorongan nyata William King telah mengukuhkan lahirnya idealisme baru bahwa kehidupan yang baik ternyata dapat dicapai dengan berkoperasi. Ia juga berpendapat, bahwa di dalam organisasi koperasi terdapat jalan untuk pembaharuan sosial dan ekonomi. Dengan jalan berkoperasi, menurut King, buruh-buruh akan terlepas dari ketergantungan dengan menyisihkan dana cadangan dari keuntungn secara terus menerus akan memperoleh kekuatan (Danoewikarsa, 1977).
Hal ini merupakan hal yang paling menonjol dalam perkembangan koperasi lebih lanjut. Semangat keberhasilan sebagai dasar bagi berdirinya suatu koperasi telah diletakkan oleh William King. Karena begitu gigih dan besarnya perhatiannya terhadap koperasi pada saat itu, maka sementara kalangan ada yang menyebutkan sebagai Bapak Koperasi (Danoewikarsa, 1977).
Semenjak itu mulai bermunculan berbagai koperasi konsumsi awal di Inggris. Termasuk masyarakat di Rochdale, pada tahun 1833 sempat mendirikan The Rochdale Friendly Cooperative Society. Namun koperasi tersebut tidak tahan lama, antara lain karena koperasi tersebut melakukan pelayanan secara kredit bagi penjulan barang-barang konsumsinya kepada anggota, sehingga modalnya yng relatif kecil tak kuat menopang kegiatan tersebut. Ada catatan yang menarik bahwa di London, pada tahun 1832, sempat terselenggara Kongres Koperasi.
Seiring dengan derap para pekerja pabrik membangun berbagai usaha bersamanya, pada tahun 1829, Bank Of Scotland juga berimprovisasi mencoba memberikan pinjaman kepada pemilik toko, pengrajin dan petani tanpa jaminan barang, tetapi jaminan pribadi dan karakter dari calon peminjan. Pendekatan kepercayaan tersebut berhasil dan di kemudian hari telah menjadi salah satu dasar pengembangan koperasi simpan pinjam ala Raiffeisen dan Schulze Delitzsch di Jerman.
d. Tonggak Baru Perekonomian Di Rochdale
Rochdale kembali digemparkan ketika pada tanggal 25 Agustus 1844, dengan dipimpin Charles Howard, 28 orang buruh pelopor dari Rochdale, Manchester, yang terdiri dari seorang perempuan dan 27 orang pria, yang kesemuanya adalah buruh tenun, telah sepakat untuk mendirikan koperasi. Mereka telah mempelajari dengan saksama gagasan dan pemikiran Robert Owen dan William King. Demikian juga mempelajari sebab-sebab kegagalan koperasi di masa lalu, dan akhirnya melalui berbagai diskusi mereka mampu menyepakati berdirinya koperasi yang bertumpu pada pokok-pokok pikiran: solidaritas, demokratis, kemerdekaan, alturisme, keadilan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan.
Mereka juga bersepakat bahwa cara-cara bekerja koperasi dilandasi oleh enam asas-asas koperasi konsumsi, yang kemudian dikenal sebagi prinsip-prinsip koperasi Rochdale tahun 1844 (Danoewikarsa, 1977). Selanjutnya disepakati pula bahwa masing-masing anggota diwajibkan menyerahkan 240 pence (bentuk jamak dari penny), yang diangsur tiap minggu dua pence. Dengan demikian dalam waktu 120 minggu kewajiban tersebut telah dapat diselesaikan oleh masing-masing anggota. Mereka juga diwajibkan menyerahkan modal sebesar satu poundsterling, untuk modal pengembangan usaha.
Koperasi tersebut di beri nama “The Rochdale Society’s Of Equitable Pioneers”, yang kemudian didaftarkan pada tanggal 24 oktober 1844 dan mulai beroperasi pada tanggal 21 Desember 1844. Koperasi tersebut kemudian dikenal sebagai koperasi konsumsi pertama di dunia yang sukses pada masanya. Perkumpulan tersebut bukan lagi sebagai ”gemeinschaft”, tetapi sudah merupakan “gesellschaft”. Bahkan oleh sementara kalangan dianggap sebagai sejatinya koperasi yang pertama didirikan di dunia “… it is the origin of whole present day cooperative movement…”, kata Georges Lassere.
Bila pada saat pembukaan, akhir 1844, “warung” koperasi yang beralokasi di Toadlane itu baru mampu menyediakan 25kg mentega, 25kg gula, 7 karung tepung terigu yang terdiri atas tiga macam, dan dua kotak lilin yang berisi 24 batang lilin (berdasarkan data yang tersebut dalam daftar inventarisnya), maka tujuh tahun kemudian, yaitu pada tahun 1851, koperasi telah mampu mendirikan sebuah pabrik, menyediakan perumahan bagi anggota, mengadakan pelatihan-pelatihan dasar, dan sebagainya. Anggota pun telah berkembang menjadi 5.526 orang pada tahun 1855.
Sukses koperasi tersebut semakin mendorong bergulirnya semangat berkoperasi kebeberapa wilayah lain di Inggris dan juga ke beberapa negara di Eropa lainnya, seperti Jerman, negeri Belanda, Prancis, Denmark, Swedia, Noewegia, Rusia dan beberapa negara Eropa Timur lainnya, bahkan ke benua Amerika, Asia, Afrika dan Australia serta di berbagai pelosok dunia.
2. Prancis
Prancis pun tidak luput dari goncangan-goncangan sosial ekonomi sebgai akibat Revolusi Industri sebagaimana yang dialami oleh Inggris. Kondisi tersebut juga telah mendorong beberapa pemikir Prancis seperti Charles Fourier, Louis Blance dan Ferdinan Lassale tergerak untuk mencari jalan keluar.
a. Charles Fourier (1772-1837)
Fourier, adalah sosok seorang pedagang yang tidak berhasil dalam mengembangkan karierya. Ia kecewa atas hasil Revolusi Perancis tahun 1879. Ia kemudian menyusun suatu gagasan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dengan membentuk “falanxteres”, yaitu perkampungan yang terdiri dari 300-400 keluarga yang bersifat komunal. Jadi, tampaknya mirip dengan komunitas yang dibangun oleh Owen di Inggris.
Falanx terletak di luar kota dibangun di atas tanah seluas kurang lebih 150 hektar. Di dalamnya dilengkapi dengan usaha-usaha kerjasama dan usaha lain untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Hanya barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri, diperoleh dengan barter dengan Falanx lain.
Setiap hasil bersama menjadi milik bersama. Setiap orang bekerja sesuai dengan kemampuan dan keahliannya dan memperoleh penghasilan sesuai jasanya dalam proses produksi dengan tidak mengabaikan kebutuhan dan kelangsungan hidup masing-masing. Namun sejauh itu, cita-cita tersebut tidak dapat diwujudkan dengan sempurna akibat pengaruh liberalisasi yang amat kuat.
b. Louis Blance (1811-1880)
Blance, dalam buku Organization of Labor menyusun gagasan secara lebih kongkret. Ia berpendapat persaingan adalah sumber dari keburukan ekonomi, kemiskinan, kemerosotan moral dan kejahatan. Untuk itu perlu dibentuk “Artelier Sociaux” (Social Workshop). Dalam perkumpulan tersebut ia ingin mempersatukan produsen-produsen perorangan yang mempunyai usaha dalam bidang yang sama (seperti koperasi pedesaan atau seperti klaster usaha, atau sentra industri kecil). Dengan artilier socieux, akan dapat dibentuk industri besar.
Pemerintah memberikan bantuan permodalan dan karenanya pemerintah juga melakukan pengawasan atas perkumpulan tersebut. Pemerintah diharapkan mengambil prakarsa dan pembentukan koperasi-koperasi tersebut. Dalam koperasi tersebut diatur upah sama untuk semua, hasil bersih diataur dalam tiga bagian yaitu (a) untuk memberi perlengkapan baru, (b) untuk menambah upah dan (c) untuk sosial.
Pada tahun 1844, kaum buruh menuntut pemerintah untuk memenuhi gagasan Louis Blance tersebut, dan pemerintah Prancis mengabulkannya. Namun koperasi tersebut bertahan lama, karena antara lain kurang teliti menyeleksi anggota, pengurus tidak terampil, dan last but not least, kaum industrial berusaha keras untuk menggagalkan koperasi tersebut.
c. Ferdinan Lassale
Lassale, adalah seorang pemimpin buruh, agitator, juga politikus, yang pada sekitar awal tahun 1850, mencela perbuatan dan kecenderungan kaum kapitalis untuk mengejar keuntungan semata, sehingga menyebabkan terjadinya pembagian pendapatan yang tidak merata. Oleh karena itu ia menganjurkan agar kaum buruh berusaha melepas diri dan masuk dalam satu organisasi buruh serta mendirikan perusahaan sendiri secara kooperatif.
Buruh didorong untuk memiliki pabrik-pabrik, sehingga lahirlah koperasi produksi pertama di dunia. Koperasi inilah yang didirikan dan dikelola sendiri oleh kaum buruh. Dalam perkembangan lebih lanjut, gerakan koperasi di Prancis juga memiliki kebanggaan lain, karena salah satu bank milik koperasi yaitu Agricole Bank, adalah salah satu bank peringkat atas yang cukup disegani dan diperhitungkan di Perancis dan Eropa.
3. Jerman
Di Jerman, sekurang-kurangnya orang mengenal dua tokoh besar perkoperasian, yaitu Friederich Wilhem (F.W) Raiffeissen dan Herman Shulze Delitzsch.
a. F.W.Raiffeisen (1818-1888)
Reiffeissen, lahir pada tanggal 30 maret 1818 di Hammsieg (Westerwald), anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Ayahnya seorang petani dan juga pernah menjadi seorang kepala pemerintahan lokal setempat. Pemuda Raiffeisien menempuh pendidikan militer. Ia pernah bertugas di Cologne, Coblenz dan Sayn.
Tetapi karena sakit matanya, ia kemudian meninggalkan tugas militernya pada tahun 1843, dan manjadi pegawai sipil biasa. Pada tahun 1845 diangkat menjadi kepala pemerintahan di distrik Weyerbusch. Karena prestasinya yang baik, pada tahun 1848, ia mendapat tugas untuk memimpin pemerintahan, sebagai major, atau setingkat Walikota, di distrik yang lebih besar yaitu Flammersfeld. Pada tahun 1852 ia memimpin distrik Heddesdorf, dakat Neuwed.
Sebagai anak petani, dia akrab dengan kehidupan petani. Betapa sulitnya petani untuk memperoleh kredit dari perbankan pada saat itu dan betapa menderitannya para petani mendapat tekanan dari para pemilik tanah yang luas, atau para landlord. Maka bertolak dari hal-hal yang demikian itulah, pada masa menjadi walikota di Flammersfeld tahun 1848, Reiffeissen mendorong dan mendukung keras lahirnya koperasi kredit dikalangan petani, yang kemudian di kenal dengan sebutan koperasi kredit model Reiffessien. Tatkala infeksi matanya kembali terasa mengganggu tugas kedinasannya, pada tahun 1865, pada usia 47 tahun dia mengajukan pensiun.
Mengingat tanggungan kelurga masih cukup besar dan gaji sebagai pensiun relatif kecil, maka ia memutuskan untuk ikut terjun langsung dalam mengembangkan koperasi kredit Raiffeissen. Koperasinya itu kemudian berkembang pesat sebagai lembaga keuangan yang modern, maju, luas dan berkembang seperti yang dapat kita saksikan hingga saat ini. Ketika Raiffessien meninggal dunia, di Jerman telah berdiri tidak kurang dari 425 koperasi kredit pedesaan.
b. Herman Schulze (1808-1883)
Pada tahun 1849, Herman Schulze, seorang hakim di Delitzsch, Jerman, menyaksikan betapa pengusaha kecil dan pengrajin kecil sangat terdesak dengan kehadiran para industialis besar yang semakin maju. Maka ia pun kemudian memberi dorongan kepada pengusaha, pengrajin dan pedagang kecil di kota-kota untuk mendirikan koperasi kredit. Koperasi kredit diperkotaan ini kemudian di kenal dengan koperasi kredit ala Schulze Delitczsch.
c. Perkembangan Lebih Lanjut
Dalam perkembngannya, koperasi di Jerman juga bergerak di bidang agrobisnis, pembuatan roti dan sebagainya. Undang-undang tentang perkoperasian di Jerman dikeluarkan pada tanggal 1 Mei 1899, yang kemudian mengalami beberapa kali amandemen, antara lain pada masa Rezim Hitler, semua koperasi diwajibkan menjadi anggota Koperasi Jasa Audit (1934). Pada tahun 1941, semua koperasi konsumen di rekonstruksi, tetapi kemudian dibubarkan. Semua investasi anggota dan asset koperasi diambil alih oleh The German Labor Front (D.A.F).
Pemerintahan militer sekutu, (The Allied Military Authorities/AMA), memberikan perhatian kepada kehidupan koperasi di Jerman (Barat), antara lain dengan menghapuskan Undang-undang 21 Mei 1935 dan 18 Februari 1941 yang dinilai merugikan konsumen (Hendrojogi, 2002)
4. Belanda
Di negeri Belanda, orang mula-mula mendirikan koperasi konsumsi, untuk menyediakan keperluan sehari-hari. Tetapi kemudian meluas dan muncul beberapa jenis atau nama koperasi. Di Rotterdam pada tahun 1860, persatuan buruh, Nederlandsch Werkman, mendirikan perkumpulan toko. Tetapi karena modalnya kecil, tempat tinggal buruh relatif tersebar, dan anggota kurang perhatian dan kurang pertisipasinya pada toko, akhirnya toko itupun tidak dapat berkembang.
Hal yang sama juga berlaku pada buruh di Amsterdam, yang pada tahun 1866, dibawah pimpinan N.G.Pierson mendirikan perkumpulan toko. Tidak kurang dari 2000 buruh menyatakan bersedia menjadi anggota (Danoewikarsa, 1977). Tetapi pada waktu toko dibuka jarang orang datang untuk melakukan pembelian. Dan akhirnya pada penghujung akhir tahun 1866 dibubarkan.
Pada tahun 1865 dibentuk komisi yang terdiri dari 10 orang, diantaranya Sarpathi dan N.G. Pierson, dengan tugas mempelajari masalah koperasi. Setelah itu berdirilah koperasi di Utrecht, Voorschoten, Leeuwaarden, Heerenveen dan Den Haag. Berawal dengan mengembangkan usaha simpan pinjam, kemudian merambah ke usaha konsumsi. Lambat laun kaum buruh menganggap betapa pentingnya koperasi bagi kesejahteraan buruh, dan kemudian organisasi buruh diNegeri Belanda membahas secara khusus masalah perkoperasian tersebut. Di tahun 1873 di Utrecht diselenggarakan kongres, yang keputusannya antara lain menganjurkan agar kaum buruh berkoperasi menurut cara orang-orang Rochdale. Mskipun koperasi sudah menjadi perhatian masyarakat, namun koperasi pada saat itu masih dianggap sebagai perkumpulan bantuan sosial (Danoewikarsa, 1977).
Tahun 1876 pemerintah Belanda menetapkan Undang-undang koperasi pertama pada tanggal 17 November 1876, staatsblad nomor 227. Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang-undang koperasi, tanggal 28 Mei 1925. Staatsblad Nomor 204.
Meskipun demikian banyak koperasi yang didirikan setelah tahun 1876, tetapi tidak menggunakan undang-undang tersebut, melainkan menggunakan undang-undang tentang persekutuan dan yayasan (Company And Societies Act, tahun 1855, yang sebelumnya juga dijadikan dasar bagi pendirian koperasi) karena alasan lebih mudah dan murah.
Dalam perkembangan lebih lanjut beberapa kalangan berpendapat bahwa di Negeri Belanda, ternyata perusahaan besar susu Frisian Flag (susu cap Bendera) ternyata juga dimiliki oleh koperasinya para peternak sapi perah dan dikelola secara kooperatif. Bahkan sebuah bank yang cukup besar dan memiliki reputasi internasional milik masyarakat koperasi di Negeri Belanda, yaitu Rabbo Bank, juga dikelola secara modern.
5. Denmark
Perintisan koperasi di Denmark didorong oleh bangkitnya petani yang tergabung dalam perkumpulan petani kerajaan Denmark yang didirikan pada tahun 1709. Pada tahun 1800, beberapa orang dermawan mendirikan “spare casse”. Semacam bank tabungan untuk petani. Hingga tahun 1886, diseluruh Denmark telah berdiri 496 spare casse.
Perkumpulan buruh tani Denmark, pada tahun 1857 mengusulkan mendirikan pabrik susu bersama. Perusahaan ini belum bisa disebut koperasi dn tidak pula bernama koperasi. Tetapi semangat kerjasama yang sangat kuat dikalangan petani sendiri merupakan dasar terbentuknya koperasi tani.
Sekitar tahun 1982 lahir koperasi peternakan yang pertama, yang dalam perkembangannya kemudian memiliki pabrik susu, keju, mentega, dan sebagainya. Koperasi tersebut juga telah berhasil memproduksi keju yang sangat terkenal di pasaran Eropa, Amerika dan Jepang. Yaitu yang disebut dengan blue cheese.
Di Denmark juga berkembang koperasi perikanan yang besar, maju dan modern. Di Thiested (Jutland), pastor Hans Cristian dan F. Urlich, telah memelopori berdirinya koperasi-koperasi dikalangan kaum buruh, yang pada umumnya mencontoh keberhasilan koperasi di Inggris.
Kemajun koperasi yang bergerak di dunia ritel barang-barang konsumsi yang merata di hampir seluruh strata wilayah sungguh mengagumkan. Koperasi-koperasi tersebut dibangun oleh serikat-serikat pekerja di pedesaan dan di perkotaan dan benar-benar terjalin suatu jaringan usaha pertokoan yang berbasis koperasi. Hampir sepertiga penduduk Denmark adalah anggota koperasi. Lebih dari 40% dari seluruh penduduk Denmark, membeli keperluan sehari-harinya dari koperasi (Danoewikarsa, 1977).
Kemajuan-kemajuan koperasi di Denmark beberapa tahun kemudian menjadikan Denmark semacam contoh citra koperasi yang baik dan berkembang. Bahkan Drs. Moh. Hatta, Bapak Koperasi Indonesia, pada suatu saat pernah menyebut Denmark sebagai Negara dan bangsa koperasi. Perintisan koperasi di Denmark juga tidak terlepas dari peran NVS Grundtwig (1783-1872), seorang teolog, pendiri sekolah tinggi rakyat yang telah mendorong antusiasme rakyat terhadap koperasi.
Meskipun demikian patut dicatat, bahwa Denmark termasuk salah satu negara yang tidak memiliki undang-undang koperasi secara khusus. Tetapi berbagai aspek kehidupan koperasi, diatur dan dicakup secara cukup didalam beberapa Undang-undang lain, seperti undang-undang tentang Perseroan (Joint Stock Companies Act), Undang-Undang Perpajakan dan sebagainya.
6. Swedia
Koperasi di Swedia agak unik. Usaha koperesi semula didirikan untuk memerangi kekuatan monopoli. Oleh karenanya koperasi di Swedia, lebih mengutamakan penyediaan barang-barang dengan berkoperasi akan terhindar dari kaum kapitalis yang menguasai monopoli perdagangan. Mereka umunya merupakan campuran dari usaha koperasi, swasta dan usaha negara yang sering disebut sebagai Type Middle Way.
Pada tahun 1911, koperasi Swedia berhasil memenangkan persaingan dengan perusahaan margarine terbesar di Swedia. Pada tahun 1926, berhasil lagi memenangkan persaingan dan menghancurkan monopoli tepung terigu swasta besar. Koperasi Swedia di tahun-tahun berikutnya memenangkan persaingan membuat lampu pijar dan sepatu untuk masyarakat Swedia. Mereka terus berbuat banyak. Mereka mengembangakan pembuatan minyak nabati, makanan kaleng, kertas, papan, fiber, pakain jadi, sarana produksi pertanian oleh lebih dari 90 pabrik milik koperasi. Pabrik pengolah susu di Swedia mengolah 94 persen dari jumlah susu yang dikirim ke pabrik-pabrik; hampir 75 persen jumlah hewan potong pemotongannya dilakukan oleh koperasi. Kira-kira dua petiga gandum yang dihasilkan Swedia, diserahkan pada koperasi dan dijual oleh koperasi. Penyaluran telur menunjukkan hal yang sama; demikian juga dibidang penjualan dan distribusi bahan baku (D.Danoewikarsa 1977). Toko-toko ritel koperasi menguasai sekkitar 20 persen pangsa pasar.
Di samping Adress Orne, salah seorang tokoh koperasi di Swedia yng terkenal akan sikap dan pandangannya yang menentang jika ada koperasi yang dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya sangat menggantungkan diri pada pemerintah. Kalangan koperasi juga mencatat salah seorang pelopor lain yang terkenaln di Swedia antara lain adalah Albin Johanesen, seorang birokrat, yang salah satu langkah terkenalnya adalah menasionalisasi perusahaan penyulingan minyak bumi di swedia.
Di Swedia, Undang-Undang yang berkaitan dengan perkumpulan koperasi, pertama kali dikeluarkan pada tahun 1895. Kemudian diamandemen pada tahun 1911, dan diperbaharui lagi pada 1 Juni 1951.
7. Norwegia
Diantara koperasi-koperasi yang menonjol di Norwegia adalah koperasi yang bergerak dibidang pembelian dan pemasaran. Lebih dari dua pertiga penduduk Norwegia berbelanja di toko-toko koperasi. Di samping itu koperasi perikanan juga tergolong maju. Koperasi perumahannya telah dapat memenuhi sekitar 20 persen dari kebutuhan nasional.
8. Finlandia
Salah satu koperasi yang menonjol di Finlandia adalah koperai pemasaran susu. Pada umunya koperasi Finlandia cenderung serba usaha, atau kombinasi para usaha pembalian, pemasaran dan kredit. Di Finlandia juga berkembang koperasi-koperasi jasa lainnya, seperti koperasi jasa angkutan feri, bus, telepon dan sebagainya.
9. Islandia
Negara ini termasuk negara yang mempunyai koperasi-kpoerasi yang besar. Kegiatan bisnis yang ditangani koperasi antara lain industri perikanan, barang-barang konsumsi , jasa-jasa pembelian, saran dan prasarana pertanian. Yang unik di Islandia adalah disatukannya perkumpulan-perkumpulan koperasi local menjadi sebuah federasi koperasi yang besar yang mampu menangani kegiatan pabrikasi dan pedagangan luar negeri.
10. Italia
Pertumbuhan awal koperasi di Italia dipengaruhi oleh koperasi kredit di Jerman. Pada tahun 1866, Luzzatti, seorang negarawan, yang pernah menjabat perdana menteri, membentuk koperasi kredit diluar kota Milan, yang diberi nama ”Bance Papolari”, (seperti Bank Rakyat). Koperasi ini seperti model koperasi kredit model Schulze Detitsch di Jerman.
Di samping itu juga berkembang koperasi para pekerja, dengan kegiatan usaha yang mendorong berbagai bangunan dan alat-alat rumah tangga. Koperasi pekerja tidak hanya membangun rumah, tetapi terkadang juga membangun jalan, saluran air, pengeringan rawa-rawa dan lain-lain. Ada satu jenis kagi koperasi di Italia, yaitu koperasi tanah (Land Cooperation), yang kegiatannya dalah mengusahakan para anggotanya untuk dapat memiliki sebidang tanah.
11. Rusia
Sampai dengan abad 19, Rusia masih dikenal sebagai negeri yang feodal dan terbelakang (Tim Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada,1980). Pertanian pada umumnya dikelola secara kolkhoz. Suatu kolkhoz rata-rata terdiri dari 75 keluarga petani yang berusia 16 tahun ke atas dan menggarap sebidang tanah pertanian milik perkumpulan atau tanah sewa.
Meskipun mereka menggarap tanah bersama, namun masing-masing anggota juga diperbolehkan memiliki sebidang tanah kecil untuk keperluan keluarga, seperti untuk memelihara ternak dan sebagainya. Tetapi alat-alat berat untuk menggarap pertaniannya pada umumnya dimiliki oleh pemerintah, yang apabila kolkhoz memerlukannya dapat menyewa pada pemerintah. Hasil bersih kolkhoz dibagi diantara para anggotanya sesuai dengan jasa masing-masing. Dalam melakukan kegiatannya kolkhoz harus mengikuti petunjuk pemerintah. Kolkhoz di Rusia, yang mirip dengan ide komunitas ala Robert Owen di Inggris, atau Falanxtres ala Charles Fourier di Perancis, merupakan embrio koperasi pertanian di Rusia.
Pada tahun 1864 berdiri koperasi pertama di Soviet Rusia, yaitu koperasi konsumsi yang dibangun oleh kaum buruh dan pegawai-pegawai pabrik di Kyn, Ural, yang kemudian diikuti oleh kalangan masyarakat di kota-kota dan di pedesaan.
Dalam pemerintahan (kekaisaran) Tsar, koperasi tidak mendapat dukungan dan dorongan. Malah dicurigai sebagai kekuatan yang berbahaya bagi Tsar. Akan tetapi sikap tersebut segera berubah setelah meletus revolusi pada tahun 1905. Sampai dengan tahun 1914 di Rusia terdapat sekitar 10.000 unit koperasi konsumsi, dengan anggota sekitar 1.400.000 orang.
Ketika kaum komunis memenangkan revolusi 1917, gerakan koperasi bukannya bernasib baik, malah justru mendapat tekanan yang keras. Keadaan baru berubah setelah Lenin, pada 20 Maret 1921, mendekritkan politik ekonomi barunya. Kemudian lahirnya New Economic Policy pada tahun 1928, mendorong produksi secara besar-besaran yang diawasi Negara. Pemerintah juga menasionalisasi perusahaan swasta. Pemerintah memegang kunci perekonomian dan koperasi. Produksi adalah bagian dari kegiatan ekonomi pemerintahan. Koperasi mendapatkan berbagai fasilitas dari pemerintah sehingga mampu bersaing dengan pedagang swasta.
B. Dampak Pertumbuhan Koperasi Eropa
Secara ringkas, lembaga koperasi di Eropa pada masa abad ke-18 dan 19, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, terbukti talah cukup mampu memainkan peran besarnya untuk mendorong patani, pengrajin, pedagang kecil dan kaum buruh serta pekerja kecil lainnya untuk dapat bertahan hidup dan berusaha dimasa-masa sulit ditengah himpitan tekanan dampak reformasi pertanian, revolusi industri dan politik ekonomi liberal.
Walau koperasi yang ada berbeda-beda dalam skala dan ukurannya, namun tujuan dasar idiologinya mempunyai watak yang sama di Eropa pada masa-masa itu, koperasi telah di pandang sebagai senjata umum yang ampuh untuk memerangi kemiskinan.
Tidak hanya itu, api dan semangat berkoperasi ternyata kemudian juga telah menerobos keluar jauh dari benua Eropa dan di terima oleh masyarakat dari belahan bumi lain dihampir seluruh pelosok penjuru dunia. Bahkan menjadi opsi yang dianggap mampu menjawab fenomena ekonomi sosial yang tengah berkecamuk saat itu.
Meskipun demikian ada juga yang sinis, utamanya kaum kapitalis, yang sering menyebut koperasi sebagai ”kinder der not” (anak yang lahir dari kesengsaraan), begitulah kira-kira.
C. Pengalaman dari Benua Lain
1. Amerika Serikat
Koperasi pertama kali yang berdiri di Amerika Serikat adalah The Philadelphia Contributionship From Lose By Fire. Semacam asuransi kebakaran. Berikutnya berdiri koperasi pengairan yang mengurusi irigasi pertanian. Dan pada tahun 1880 berdiri koperasi-koperasi pertanian yang besar (History and performance of Inkopkar 1995). Sementara itu di Amerika Serikat, selama bertahun-tahun juga telah berkembang perkumpulan simpan pinjam yang dikenal dengan nama Credit Union, berkat anjuran Alphonso Desjardin (1854-1921).
Sebelumnya masyarakat pernah mencoba mendirikan perkumpulan serupa, seperti yang pernah didirikan oleh kaum pekerja pada tahun 1892 yang bernama The Boston Globe. Namun kurang mendapat sambutan masyarakat karena nilai terlalu mengejar keuntungan, sehingga tidak mencerminkan suatu bentuk kerja sama dan tolong menolong.
Alphonso, memulai usaha simpan pinjam dengan memdirikan semacam “Bank Rakyat” pada tahun 1900 di Levis Queebec, dengan menggerakkan kegiatan menabung dikalangan petani maupun buruh dan selanjutnya maminjamkan kepada sesama anggota yang memerlukan. Perkembangan yang pesat usaha simpan pinjam melalui “bank rakyat” mendorong Alphonso berfikir akan perlunya landasan hukum bagi usaha tersebut.
Atas usaha kerja keras Alphonso bersama temannya Edward A Filine (1860-1913) pada tahun 1909, lahirlah undang-undang pertama tentang koperasi simpan pinjam di Massachussets. Dalam perkembangannya, undang-undang tentang koperasi simpan pinjam itu mulai melebar ke New Hamspire. Koperasi simpan pinjam tersebut selanjutnya menjadi model atau teladan bagi seluruh koperasi simpan pinjam di Amerika Serikat, bahkan sampai ke Kanada.
Sampai pada tahun 1915, jumlah koperasi simpan pinjam atau Credit Union telah bertambah menjadi 11 unit dan tiga tahun kemudian meningkat menjadi 42 unit. Dan pada tahun 1934 telah bertambah menjadi sekitar 2400 unit yang tersebar di 38 negara bagian. Pada tahun tersebut, presiden Roosevelt menandatangani Federal Credit Union Act. Dan pada tahun itu pula terbentuk Federal Credit Union yang menamakan diri sebagai Federal Credit Union Asociation, yang berkedudukan di Madison, Wishcounshin.
Bila pada tahun 1890, terbit Sherman Antitrust Act, yang dikenal merugikan koperasi, terutama koperasi pertanian Amerika Serikat. Maka pada tahun 1922 pemerintah mengeluarkan Caper Volstead Act, yang intinya menguatkan hak petani untuk bersatu memasarkan hasil pertaniannya secara berkoperasi tanpa melanggar undang-undang Antitrust. Pemerintah Amerika dinilai sangat mendorong dan melindungi koperasi.
Di Amerika Serikat, ternyata undang-undang perkoperasian di undangkan lebih dulu di ngara-negara bagiannya, daripada di tingkat Federal. Negara bagian yang pertama mengeluarkan undang-undang koperasi adalah Michigan, berupa The Michigan Act 1865. Kemudian disusul oleh Massachusset (1866), Wisconsin pada tahun 1887.
Undang-undang Pemerintah Federal yang dinilai mendukung kopersi di Amerika Serikat antara lain adalah Federal Intermediate Credit Act, tahun 1923 yang memberi dukungan bagi pendirian 12 Intermediate Banks, yang memberikan pinjaman kepada Production Credit Association (PCA), yaitu suatu organisasi koperasi yang dimiliki petani. Disamping itu juga terbit Farm Credit Act, tahun 1933, yang telah mendorong lahirnya 12 Bank Koperasi Regional dan sebuah Bank Sentral koperasi.
Dalam perkembangan selanjutnya, di Amerika Serikat tumbuh pula koperasi yang bergerak dibidang agribisnis, seperti koperasi anggur, koperasi Sunkist, koperasi advokado, koperasi almond, koprasi buah kiwi, koperasi kapas, koperasi penyediaan benih, koperasi peternakan, koperasi yang bergerak dibidang listrik pedesaan, koperasi jasa telepon, koperasi jasa kesehatan, koperasi jas perdagangan, koperasi jasa asuransi, koperasi dikalangan mahasiswa dan sebagainya. Bahkan melalui National Cooperatives Business Association/NCBA koperasi di Amerika telah banyak menjamin kerja sama usaha dengan koperasi di Indonesia. Dan yang sangat mengesankan, justru dilingkungan masyarakat yang demikian kapitalistiknya, kehidupan berkoperasi masyarakatnya benar-benar mencerminkan suatu kehidupan berkoperasi yang bertumpu pada hakeket, etika, nilai-nilai, sendi-sendi dasar dan prinsip-prinsip koperasi yang murni. Bahkan ada informasi yang mengatakan, bahwa koperasi tertentu ternyata mampu masuk ke dalam peringkat papan atas sebagai salah satu perusahaan yang besar, maju dan sehat di Amerika Serikat.
2. Kanada
Koperasi di Kanada banyak didominasi oleh berdirinya Credit Union yang berkembang pesat seperti halnya di Amerika Serikat. Di bidang jasa, bisnis koperasi di Kanada juga mempunyai benyak kemiripan usaha dengan koperasi-koperasi di Amerika Serikat. Seperti di bidang listrik pedesaan, telepon dan sebagainya. Patut dicatat bahwa dalam rangka perintisan koperasi di Kanada, seorang pederi terkenal, M.M.Coady, telah mendirikan Coady International Institute dalam rangka mengembangkan koperasi melalui pendidikan kepada penduduk dewasa.
3. India
India memulai kiprah koperasinya dengan mendirikan koperasi kredit ala Raiffeisen. Pada tahun 1907, india berhasil menyusun Undang-undang koperasi, yang kemudian diperbaharui pada tahun 1912. Undang-undang tersebut tampaknya menyarikan berbagai pengalaman undang-undang serupa di Eropa, terutama Inggris. Pola undang-undang koperasi India tersebut, kemudian banyak di adopsi atau setidak-tidaknya menjadi inspirasi berbagai undang-undang koperasi dibeberapa Negara di Amerika Tengah dan Selatan, Afrika dan Asia, termasuk Indonesia. Koperasi yang bergerak dibidang perkreditan, peternakan sapi perah, pabrik gula mini, bank koperasi adalah termasuk andalan koperasi-koperasi di India pada awal pertumbuhannya.
4. Jepang
Koperasi, pertama kali didirikan di Jepang pada tahun 1900, bersamaan dengan pelaksanaan undang-undang industri dan kerajinan. Dalam perkembangannya, koperasi di Jepang berkembang tidak hanya dibidang industri dan kerajinan, tetapi disektor pertanian juga mengalami perkembangan yang pesat di awal-awal pertumbuhannya.
Ada dua macam koperasi pertanian di Jepang. Pertama adalah yang bersifat khusus, hanya mengembangkan satu macam komoditas. Dan yang kedua bersifat umum, yaitu yang besifat serba usaha.
Setelah terbit Undang-undang Koperasi Pertanian pada tahun 1974, koperasi-koperasi pertanian, koperasi konsumsi dan bank koperasi semakin tumbuh dengan pesat dan menjadi andalan koperasi di Jepang. Termasuk perkembangan Nurinchuki Bank yang begitu maju, sehat, besar dan telah berperan secara strategis kepada gerakan koperasi dan perekonomian Jepang, serta telah memiliki reputasi internasional.
Semantara itu koperasi-koperasi pertanian di Jepang kemudian bergabung dalam Zenkoku Negyo Kyodo Kumiai Chuokai, atau sering disebut Zen Noh, yang berusaha dibidang pemasaran dan penyaluran sarana produksi pertanian. Perkembangan terakhir, pemerintah dan gerakan koperasi pertanian di Jepang tengah menata kembali koperasi-koperasi pertaniannya melalui berbagai upaya, antara lain dengan melakukan amalgamasi di antara koperasi-koperasi pertanian tersebut.
5. Korea Selatan
Perintisan koperasi di Korea Selatan diawali dengan kiprah koperasi perkreditan di pedesaan pada awal abad ke-20. Koperasi Kredit Pedesaan sudah mulai diorganisasikan sejak tahun 1907. Kemudian pada tahun 1936 mulai berdiri koperasi pertanian dan koperasi kerajinan yang mendapat perlindungan dan pengawasan dari pemerintah.
Pada tahun 1956, koperasi kredit pedesaan diorganisir pemerintah menjadi Bank Pertanian Korea. Meskipun sudah berdiri Bank Pertanian Korea, pada tahun 1957 koperasi-koperasi pertanian masih juga memandang perlu untuk mempunyai unit simpan pinjam.
Pada tahun 1961, lembaga koperasi pertanian, koperasi kerajinan dan koperasi desa digabungkan menjadi Gabungan Koperasi Pertanian Nasional (National Agricultural Cooperaative Federation/NACF). NACF beranggotakan 1.545 koperasi pertanian, 145 koperasi kerajinan, dan 104 koperasi pedesaan dan nelayan, dengan anggota perorangan sebesar 1.972.590 orang, atau sekitar 60 persen dari seluruh petani di Korea.
6. Australia dan Selandia Baru
Umumnya koperasi yang berada di kedua negara yang berada di benua Australia tersebut bergerak dibidang agribisnis peternakan, baik berupa sapi perah, sapi pedaging, biri-biri, maupun industry atau kerajinan yang terkait dengan ternak dan pariwisata.
7. Afrika
Koperasi di beberapa Negara Afrika juga berkembang. Salah satu di antaranya adalah koperasi yang bergerak di bidang kegiatan usaha produk kopi di Kenya. Masih banyak bidang usaha lain yang di tangani, terutama dibidang pertanian, seperti di Ethiopia, Zimbabwe, Togo, Pantai Gading, Libya, Republik Afrika Selatan, Maroko, Mesir dan sebagainya. Di negara-negara tersebut, pada umumnya pemerintah member perhatian dan dukungan yang tidak kecil. Pemerintah disitu juga memiliki peraturan perundangan kopersai secara khusus dan bersifat sangat mendetail.
8. Persebaran Koperasi ke Seluruh Dunia
Memang akan menjadi cukup banyak bila disebutkan satu persatu. Karena selain Negara-negara sebagaimana telah disebutkan di atas, masih ada Portugis, Spanyol, Polandia, Usbekistan, Lithuania, Iran, Yugoslavia, Meksiko, Brasilia, Argentina, Venezuela, Colombia, Peru, Chile, Vietnam, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Cina, Taiwan, Sri Lanka, Laos, Kamboja, Myanmar, Singapura, Pakistan, Bangladesh, Fiji dan lain-lain.
Masih banyak lagi yang tercatat telah sangat giat dalam membangkitkan perkoperasian di negerinya masing-masing, atas dasar keyakinan bahwa koperasi memang masih menjadi salah satu alternatif bagi anggota masyarakat untuk memperjuangkan terwujudnya kesejahteraan bersama secara lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar