Kebebasan, Negara, Pembangunan, Arif Budiman, Pustaka Avabet dan Freedom Institute, Agustus 2006, 446 halaman.
Pada 1980-an ilmu sosial menjadi perdebatan yang menarik bagi kalangan elite intelektual di Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi kecenderungan untuk mempraktikkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat universal. Di satu sisi sebagian kalangan berpandangan bahwa ilmu-ilmu sosial bersifat universal sehingga bisa diterapkan dalam setiap lini kehidupan manusia, tanpa mengenal batas budaya, bangsa, dan etnis tertentu.
Di sisi lain ilmu sosial tidak bersifat universal. Karena setiap bangsa mempunyai sejarah berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, pandangan ilmu sosial yang bersifat universal adalah suatu hal yang mustahil untuk diterapkan.
Buku berjudul Kebebasan, Negara, Pembangunan ini merupakan kumpulan tulisan Arif Budiman dari 1965-2005. Kumpulan tulisan ini mengulas tiga tema besar yang menjadi inti pemikirannya, yaitu kebebasan, negara, dan pembangunan. Dalam salah satu tulisannya, Kue Pembangunan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan Orde Baru hanya menguntungkan sebagian kalangan elite tertentu saja.
Menurut Arif, asumsi dasar teori modernisasi yang menyatakan untuk mengatasi kemiskinan--yang terjadi di negara ketiga adalah dengan cara memodernkan negara tersebut dengan cara melakukan pembangunan dalam segala bidang adalah usaha yang keliru. Karena kemiskinan yang terjadi di dunia ketiga justru disebabkan karena campur tangan negara-negara luar (negara kapitalis) terhadap dunia ketiga.
Ketergantungan yang berlebihan terhadap negara-negara maju adalah faktor utama mengapa negara-negara dunia ketiga sulit berkembang. Selain itu, proses demokratisasi di dunia ketiga berbasis pada kapitalisme. Karena proses terjadinya demokrasi dalam masyarakat tidak melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Doktor lulusan Universitas Harvard ini juga menampik proses demokratisasi dalam sistem kapitalisme. Karena tujuan lapisan menengah ke atas dan lapisan bawah dalam mendukung demokrasi ini berbeda. Kelompok masyarakat lapisan bawah mendambakan demokratisasi, selama ini mereka menjadi korban 'pembangunan' yang dijalankan oleh dua kekuatan yang bergabung, yaitu kekuatan ekonomi (pengusaha) dan politik.
Kedua kekuatan inilah yang mengakibatkan tanah mereka digusur, lokasi usaha mereka dihilangkan penertiban pedagang kali lima, pembangunan mal-mal dan banyak lainnya. Karena jelas kedua kelompok ini memiliki hubungan pribadi dan sosial yang lebih dekat dengan pemerintah ketimbang dengan masyarakat lapisan bawah.
Melalui buku ini, Arif Budiman menegaskan untuk menciptakan demokrasi setidaknya ada dua cara yang harus ditempuh. Pertama mekanisme formal. Lembaga politik seperti perangkat undang-undang dan hukum, cara bekerja lembaga tinggi negara seperti parlemen, Mahkamah Agung, dan lembaga sejenisnya, dibuat menjadi demokratis.
Kedua mekanisme struktural. Cara ini beranggapan bahwa demokratisasi hanya bisa terjadi bila dapat diciptakan perimbangan kekuasaan antara masyarakat dan pemerintah. Kalau pemerintah terlalu kuat, meskipun ada lembaga formal yang menjamin terjadinya proses demokrasi, suatu hal yang sulit untuk mengharapkan proses demokrasi yang sebenarnya.
Meskipun buku ini kumpulan tulisan, tidak mengurangi nilai aktualitas dalam konteks sekarang ini. Selain membahas tiga tema besar (kebebasan, negara, dan pembangunan) buku ini juga menyuguhkan gagasan Arif yang lain, seperti hak asasi manusia, kebebasan, kebudayaan dan sastra, media massa dan film, termasuk masalah pornografi.
Juga kesannya terhadap sejumlah seperti Yap Thiam, Drijarkara dan Rendra, Soedjatmoko, Pramoedya Ananta Toer dan sejumlah tokoh bangsa lainnya. Buku ini diharapkan bisa memberikan sumbangan bagi peneliti sosial, sivitas akademik, budayawan dan lain sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar