MEMBEDAH SPIRIT PROTESTAN DALAM IDEOLOGI KAPITALISME
Dikalangan pemikir sosial-humaniora, Max Weber merupakan tokoh penting yang selalu menghadirkan pemikiran-pemikiran baru dan bernas yang kerap kali menimbulkan ketercengangan dan kontroversial. Sehingga tidak salah, kalau karya-karyanya banyak dijadikan rujukan utama ilmuan sosial diberbagai perguruan tinggi, termasuk di Indonesia. Karyanya yang termaktub dalam "Etika Protestan dan Spirit Kapitalsime" merupakan karya yang paling kontroversial, karena telah menyandingkan interpretasi teks agama terhadap gejala munculnya ideologi kapitalisme. Sebagaimana kita ketahui, kapitalisme telah menjadi ideologi terkukuh dan terhandal didunia, mengalahkan berbagai ideologi lain, khususnya sosialisme. Dalam sejarah perjalanannya, ternyata kapitalisme banyak melahirkan ketimpangan sosial, khususnya melahirkan masyarakat marginal yang selalu kalah dan ‘dikalahkan’ yang terakumulasi dalam kelompok negara ketiga. Bahkan sekarang ini telah lahir "warga dunia keempat’ akibat gagal seleksi dalam persaingan industri modern yang setiap saat selalu disalahkan karena tidak progresif dan inovatif.
Begitu ganasnya ideologi kapitalisme dalam memperpanjang ketimpangan sosial, sehingga tidak salah kalau para ilmuan sosial lain "mengutuk" berbagai analisa Weber akan keterkaitan etika Protestan dalam melahirkan ideologi kapitalisme. Bagaimana sebenarnya analisa Weber yang sampai di "kutuk" tersebut? Inilah buku yang menjelaskan pemikiran Weber tersebut. Bagi Weber, dalam upaya merinci karakteristik kapitalsime modern, terlebih dahulu dipisahklan dahulu antara perusahaan kapitalistik dengan upaya mendapatkan kapital. Hasrat mendapatkan kapital sebenarnya sudah ada dihampir semua tempat dan hampir semua kurun waktu. Hasrat ini tidak selalu punya koneksi dengan aksi kapitalistik. Karena orientasi kapitalistik sering melibatkan orientasi reguler pada pencapaian keuntungan melalui perturakaran ekonomik {yang secara nominal berlangsung damai}.
Kapitalisme, dalam bentuk operasi perdagangan, misalnya, sudah ada dalam berbagai bentuk kemasyarakatan; di Babylon dan Mesir kuno, di Cina, di India, dan Eropa pada abad pertengahan. Namun, hanya di Barat lah – dan dalam waktu yang relatif baru- katifitas rasionalistik diasosiasikan dengan organisasi rasional buruh yang secara formal merdeka. Yang dimaksud Weber "organisasi rasional" adalah administrasi yang terukur dan rutin dalam perubahan yang berfungsi secara kontinu. Perusahaan kapitalistis rasional merujuk pada dua hal; tenaga kerja yang terdisiplinkan dan investasi kapital yang diregulasi. Dari sini Weber merumuskan bahwa esensi dari spirit kapitalisme modern adalah keinginan mendapatkan uang melalui akuisisi sebagai tujuan utama hidupnya. Dimanakah sumber "akuisisi"? Disinilah Weber menjelaksan bahwa konsep calling dalam etika protestan. Istilah calling, menurut Weber, tidak ada dalam teologi Katholik atau Antiquitas, tapi diperkenalkan oleh tokoh reformasi gereja, Marthin Luther. Calling pada dasarnya merujuk pada ide bahwa bentuk tertinggi dari kewajiban moral bagi individu adalah memenuhi tugasnya dalam urusan duniawi. Konsep ini memproyeksikan perilaku religius dalam aktivitas keduaniaan sehari-hari. Dalam Protestan, ide ini dikembangkan oleh sekte-sekte seperti Calvinisme, Mathodisme, Pietisme, dan Babtisme.
Dari berbagai sekte tersebut, menurut Weber, Calvinisme mempunyai pandangan paling berpengaruh dalam merumuskan strategi calling. Yakni yang berkaitan dengan adanya teologi takdir. Doktrin ini berbunyi bahwa "hanya orang-orang terpilih yang bisa diselamatkan dari kutukan, dan pilihan itu telah ditetapkan jauh sebelumnya oleh Tuhan".
Dari doktrin ini Weber melihat bahwa menjadi orang-orang terpilih yang menjadikan dinamika progresif dalam perkembangan kaum Protestan. Semua berlomba menjadi orang terpilih, sehingga para pastoral sendiri harus mempunyai keyakinan tinggi dan komitmen yang kuat dalam kerja sebagai aktivitas duniawi. Kesuksesan calling dalam hal ini adalah tanda untuk menentukan orang itu terpilih atau tidak. Kalau mereka dinamis dan progresif, mereka akan menjadi kaum terpilih, namun mereka yang malas dan pasrah maka akan menjadi kaum "terkutuk".
Teologi inilah bagi Weber yang telah mendorong kaum Protestan dalam menyuplai energi dan moral kaum wirausahawan kapitalis. Disiplin tinggi yang disertai semangat memanggul peradaban di masa depan telah menjadikan etika Protestan sebagai spirit paling utama terhadap gerak langkah kapitalisme modern sampai hari ini. Tesis Weber disini, menurut Anthony Giddnens, memang sangat kritis, sehingga ini hanya salah satu fragmen pemikirannya saja. Dalam kesempatan lain, lanjut Giddens, Weber telah mengembangkan pemikirannya dalam menjelajah pemikiran spirit kapitalisme dari Judaisme kuno, Hinduisme, Buddhiisme, dan Konfusionisme. Dalam hal islamisme Weber tidak jadi mengkajinya karena terburu nyawanya diambil Sang Pencipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar